Saatnya Ganti Laptop dengan ASUS Vivobook Go 14, Laptop Ringan yang Cepat Loadingnya


Ketika deadline menulis lagi banyak-banyaknya, eh laptopku malah berulah. Padahal beberapa tulisan sudah siap di-posting ke blog. Namun, dia tak mau menyala dan hanya muncul tulisan Restarting dengan lingkaran bola-bola kecil mengelilinginya (pertanda sedang memproses/loading).

Budaya Hemat Listrik Penyelamat Bumi dari Krisis Iklim



“Hemat pangkal kaya” begitulah pepatah lama. Namun, perilaku menghemat listrik ini bisa diterapkan untuk membantu mengurangi krisis iklim saat ini. Bagaimana caranya?

Ayo kita ingat kembali ke cerita zaman dahulu kala. Menurut cerita ibuku, di tahun 70-an di saat listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) belum masuk desa, kehidupan masyarakat aman-aman saja.

Ketika siang hari, masyarakat menggunakan cahaya matahari sebagai penerang, untuk mengeringkan pakaian, membantu mereka berladang, dan menunjang proses pertanian. Di kala malam, masyarakat menggunakan pelita, lampu dari minyak tanah, dan suloh (penerang dari bambu yang berbahan bakar minyak tanah) sebagai penerang ruangan.

Di beberapa masjid sudah terdapat mesin pembangkit listrik yang berbahan bakar solar seperti genset saat ini, sehingga bisa menerangi beberapa rumah yang berada di sekitar masjid. Setiap rumah hanya diperbolehkan menggunakan 1 bola lampu. Penggunaan mesin ini hanya berlaku sampai pukul 22.00 WIB, seusai salat Isya mesin tersebut dimatikan dan dihidupkan besok malamnya lagi.

Setiap malam terus begitu dan masyarakat menerima kehidupan seperti itu. Sebab memang kondisinya di kala itu minim lampu karena listrik belum disokong oleh negara. Semua masyarakat harus terima dengan lapang dada.

PLN Masuk Desa

Hingga pada akhirnya Perusahaan Listrik Negara (PLN) masuk desa, semua menyambut gembira karena dunia yang selama ini gelap di malam hari akan menjadi terang. Terlebih motonya PLN ialah “Listrik untuk kebutuhan yang lebih baik” sehingga adanya listrik di sebuah rumah kala itu, dapat menunjukkan status ekonomi dari keluarga tersebut.

Kedatangan listrik ini rupanya membawa jalan masuk berbagai macam teknologi, seperti televisi, telepon, lemari pendingin (kulkas), rice cooker, blender, dispenser, mesin cuci pakaian, dan berbagai alat kebutuhan rumah tangga lainnya yang menggunakan listrik.

Sehingga yang awalnya kebutuhan listrik sebagai penerang berubah menjadi kebutuhan untuk meringankan pekerjaan rumah tangga, sehingga yang awalanya kebutuhan listrik 2 amper untuk satu keluarga naik menjadi 4 amper. Semua itu demi kebutuhan yang lebih baik.

Berhematlah Menggunakan Listrik

Ibuku sering bilang, berhematlah menggunakan listrik. Pakailah seperlunya saja, bahkan untuk menyalakan televisi saja ada waktu-waktunya. Saat menampung air di bak mandi menggunakan mesin air, harus menunggu sampai penuh baru boleh ditinggalkan dan hanya boleh dihidupkan lagi saat air di bak mandi sudah habis. Kalau siang, lampu tidak boleh dihidupkan dan saat tidur malam lampu semua dimatikan. Kita pun tidur dalam gelap.

Dulu aku sering kesal ke ibu, menganggapnya pelit karena membatasi menggunakan listrik. Namun, kian hari aku baru sadar maksud dan tujuannya untuk menghemat listrik supaya tanjakan penggunaan listrik tidak terlalu besar. Namun, dibalik itu semua adalah bagaimana kita bisa menggunakan sesuatu secukupnya saja. Sebab, alam akan tetap seimbang bila kita menggunakan sekadarnya saja.

Sekarang lihatlah kebutuhan listrik meningkat tajam, sayangnya PLN masih menggunakan batu bara sebagai pembangkit listriknya. Sehingga aktivitas penambangan batu bara terus terjadi untuk memenuhi pasokan listrik negara. Karena kebetulan PLN adalah satu-satunya perusahaan pembangkit listrik yang ada di Indonesia, mau tidak mau dampak lingkungan akibat aktivitas pembakaran batu bara berefek besar pada pencemaran udara.

Desakan untuk menggunakan energy terbarukan oleh berbagai pihak dan lembaga lingkungan terus disuarakan. Agar PLN menggunakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan sehingga polusi yang dikeluarkan aman dan tidak menimbulkan pencemaran yang mengakibatkan perubahan iklim. Jadi, pemerintah menggagas system Co-firing sebagai strategi transisi energi.

Benarkah Co-Firing Solusi untuk Transisi Energi yang Ramah Lingkungan?

Aku baru mendengar istilah Co-Firing saat kegiatan online gathering Eco Blogger Squad, pada 20 Oktober lalu. Kali ini kita mengangkat tema “Semangat Orang Muda Menjaga Bumi Indonesia.” Ada tiga narasumber dari perempuan muda yang memperjuangkan perubahan iklim dengan cara mereka sendiri dan timnya.


Dari ketiga narasumber tersebut, aku lebih tertarik materi yang disampaikan oleh Kak Amalya Reza, Manajer Bioenergi atTrend Asia, yaitu tentang Mengenal Penerapan Co-firing (Metode Oplos Batubara dengan Biomassa di PLTU Indonesia).

Dalam presentasinya, Kak Amalya menampilkan sebuah video yang mebuatku tidak habis pikir kenapa pemerintah bisa-bisanya membuat rencana halu seperti itu. Bukannya memfokuskan pada energi angin dan surya, tapi malah ngotot tetap menggunakan batu bara sebagai energi pembangkit listrik.

Jadi pemerintah tetap menggunakan batu bara dengan mencampurkan biomassa untuk dibakar bersama di PLTU. Metode inilah yang disebut dengan co-firing. Jenis biomassa yang gencar diwacanakan pemerintah ialah pelet kayu.



PLN mengklaim bahwa praktik co-firing biomassa pelet kayu ini menjadi cara paling jitu untuk transisi energi. Sebab menurut mereka tidak perlu lagi membangun pembangkit tenaga listrik energi terbarukan dari awal.

Namun, tahukah kamu darimana biomassa pelet kayu tersebut diambil? Yups dari HUTAN. Namun, jangan bayangkan hutan dengan beraneka jenis pohon & hewan ya karena penerapan co-firing ini butuh bahan baku biomassa pelet kayu dalam jumlah besar yang kayunya itu sejenis atau homegen.

Untuk memenuhi kebutuhan pelet kayu tersebut, oleh pemerintah dibuatlah program penanaman tanaman monokultur. Jadi, ini semacam kebun kayu yang dibalut dengan nama “HUTAN TANAMAN ENERGI.”

Skemanya Begini

Pertama pemerintah akan menentukan wilayah yang akan dikembangkan menjadi koneksi Hutan Tanaman Energi. Kemudian pohon sejenis ditanami dalam konsesi lahan yang izinnya dikeluarkan pemerintah.

Selanjutnya ketika pohon sudah tumbuh besar, pohonnya ditebang dan diangkut ke pabrik untuk dijadikan serbuk dan dipadatkan menjadi pelet kayu. Inilah yang akan dikirim ke PLTU-PLTU seluruh Indonesia untuk dibakar bersama batubara.

Seluruh rangkaian aktivitas pembuatan pelet kayu ini akan melepas emisi gas rumah kaca ke atmosfir bumi. Termasuk proses pembukaan lahan dan hutan.

Program Hutan Tanaman Energi ini dilakukan untuk memenuhi target implementasi co-firing di 107 unit PLTU di seluruh Indonesia hingga 2025.

Dengan jumlah PLTU sebanyak itu dan asumsi praktik co-firing 95-90% batubara, dicampur 5-10% biomassa, maka PLN butuh kurang lebih 10.2 juta ton pertahun biomassa pelet kayu. Wah, di dapat darimana pasokan pelet kayu sebanyak itu ya? Lagi dan lagi kita harus mengorbankan hutan alami untuk membuka hutan buatan.

Berdasarkan prediksi Trend Asia, jumlah bahan baku biomassa seperti itu akan membutuhkan lahan Hutan Tanaman Energi paling sedikit 2,33 juta hektare atau sebanyak 35x luas daratan ibukota Jakarta.

Itu artinya program Hutan Tanaman Energi ini akan berpotensi menimbulkan deforestasi besar-besaran. Parahnya lagi, jika belajar dari kesalahan Program Hutan Tanaman Industri, potensi hutan alam yang terdampak juga besar loh.

Imbasnya habitat satwa liar, hewan dan tumbuhan endemik yang ada di hutan alami bisa rusak. Tidak hanya berdampak pada hewan dan tumbuhan saja, deforestasi juga akan menimbulkan konflik lahan bagi masyarakat adat dan masyarakat lokal karena menghilangkan hutan alam sebagai warung hidup dan apotek hidup masyarakat.

Trend asia juga menghitung seluruh proses ini berpotensi menghasilkan total emisi hingga 26,48 juta ton, setara karbondioksida pertahun. Jadi, alih-alih emisinya berkurang seperti yang diklaim pemerintah, metode co-firing atau oplos batubara dengan biomassa ini malah akan terus menambah emisi pada tahun 2023. Ujungnya ini semua berdampak ke situasi krisis iklim di Indonesia yang semakin parah. Omong kosong bukan, kita bisa mengurangi emisi energi.

Kenapa Ini Bisa Terjadi?

Karena kebutuhan energi khususnya listrik terus meningkat setiap tahunnya. Mau tidak mau, PLN sebagai satu-satunya perusahaan listrik negara harus memenuhi kebutuhan tersebut. Jadi, kita sehari-hari sebagai pengguna listrik harus sadar diri. Jangan tahunya berkoar-koar untuk mendesak pemerintah melakukan energi terbarukan, tapi kita malah boros energi dalam penggunaan barang-barang rumah tangga.

Jadi, bila sudah tahu kondisinya begini, kembalilah ke budaya menghemat listrik, seperti yang diterapkan oleh orang tua kita dulu. Gunakan seperlunya dan matikan listrik selebihnya. Itu aksi kecil yang bisa kita lakukan saat ini.

Selain itu kita juga bisa mendesak pemerintah untuk tidak melanjutkan program co-firing ini. Tapi meminta pemerintah agar tidak egois mengelola listrik seluruh rakyat Indonesia sendiri. Harusnya pemerintah memberi kesempatan bagi masyarakat mengeluarkan ide dan cara mereka untuk menghasilkan energi secara mandiri.

Sebab, banyak masyarakat yang sudah mulai menggunakan energi terbarukan untuk menghasilkan listrik seperti panel surya. Andaikan kebutuhan listrik masyarakat di kelola oleh masyarakat sendiri, bukan sepenuhnya oleh negara, aku rasa itu lebih baik. Seperti zaman dahulu yang menggunakan energy listrik sesuai kebutuhan bukan karena kemudahannya.


Berdaya Bersama Astra Mengelola Sampah Rumah Tangga



Persoalan sampah memang memusingkan, terlebih bila tidak ada yang peduli cara pengelolaannya. Apalagi warga kota yang tidak mempunyai lahan sebagai tempat pembuangan akhir (TPA). Tidak ada cara lain, sampah pun dibiarkan berserakan di jalanan karena tidak ada yang mengangkutnya. 

Tidak hanya itu, sampah juga dibuang ke selokan sehingga saat terjadi hujan rawan banjir karena parit-parit tersumbat tumpukan sampah. Ketika cuaca panas, sampah-sampah ini menimbulkan bau menyengat yang menggangu penciuman. Pemandangan seperti ini sering kita jumpai di kota akibat tata kelola sampah yang tidak tepat.

Sampah benar-benar meresahkan warga, tidak ada yang menginginkannya. Namun upaya untuk pengurangan sampah tidak ada. Jadinya sampah - sampah pun kian menumpuk yang memusingkan kepala.

Bersyukur Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards dari PT Astra Indonesia menyalurkan dana CSR- nya melalui apresiasi Astra untuk generasi muda. Melalui program ini, Astra mendorong para anak muda yang terlibat dalam SATU Indonesia Awards untuk berkolaborasi dengan program unggulan Kampung Berseri Astra (KBA) dan Desa Sejahtera Astra (DSA). Harapannya ialah bisa memberikan dampak positif yang lebih besar dan kontribusi yang berkelanjutan pada usaha-usaha pembangunan di daerahnya.

Bagai gayung bersambut, Abdul Halim warga Dusun Lhok Baroh Desa Glee Putoh, Kabupaten Bireuen Aceh ini, merasa tata kelola sampah di kotanya harus dibenahi. Sebab persoalan sampah di Kota Bireuen sudah menepakki jalan buntu. Penolakan lahan sebagai TPA oleh warga sekitar membuat sampah-sampah tersebut tidak terurus dan mencemari lingkungan.

Akhirnya Abdul Halim mencoba ikut program yang dicetuskan Astra tersebut. Awalnya pertama kali ia ikut mendaftar di tahun 2019, tapi tidak lulus dikarenakan belum banyak persiapan dan strategi perencanaan yang matang tentang pengelolaan sampah ini. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangatnya. Ia pun mencoba mendaftar lagi di tahun 2021. Dan Alhamdulillah, ia dan timnya terpilih sebagai penerima Satu Indonesia Awards di bidang lingkungan.

Pengelolaan Sampah Berbasis Desa

Berawal dari pengalaman Abdul Halim yang pernah mendatangi kota Surabaya dan melihat langsung tata pengelolaan sampah di Ciliwung dan Citarum, maka ia pun tergerak untuk mengelola sampah berbasis desa. Keterlibatan masyarakat dan perangkat desa harus ada untuk bersama-sama mengatasi permasalahan ini.

Awalnya ia ingin menerapkan pengelolaan sampah di desanya sendiri, yaitu Desa Glee Putoh, Kabupaten Bireuen Aceh, hanya saja di daerah tempat tinggalnya itu masih tersedia banyak lahan kosong yang digunakan warga untuk membuang sampah rumah tangga.

"Persoalan sampah di sini belum terlalu urgent seperti di Kota Bireuen, sebab di kampung saya masih banyak lahan kosong, jadi warga pun bisa mengatasi sampahnya sendiri. Berbeda dengan Kota Bireuen yang sampahnya tidak tahu dibuang ke mana lagi, akhirnya dibuanglah di selokan dan ditinggalkan di jalanan." Ungkap Abdul Halim saat diwawancarai via Zoom Meeting, tanggal 8 September 2023.

Kemudian Abdul Halim pun membuat pilot projects nya di Desa Blang Asan, Kecamatan Peusangan, Bireuen Aceh. Alasannya karena keterlibatan perangkat desa untuk mau mengelola sampah bersama. Warga pun juga ikut mendukung program ini, walaupun hanya setengahnya yang menyetujui, dari 110 kepala keluarga (KK) di Desa Blang Asam, 60 KK ikut terlibat dalam kegiatan pengelolaan sampah.

"Bagi saya suatu hal luar biasa, meskipun setengahnya tidak mau ikut terlibat tapi perangkat desanya sangat mendukung untuk menjalankan program ini." Ujar Abdul Halim.

Berdirinya Bank Sampah Pertama di Kota Bireuen

Pada tahun 2021 tepatnya pada tanggal 18 Desember tercetuslah Bank Sampah pertama di Kota Bireuen yang berada di Desa Blang Asan. Cikal bakal terbentuknya bank sampah ini tidak lain bermula dari projects Abdul Halim sebelumnya tentang pengelolaan sampah mandiri bersama warga yang ada di sini.

Konsep Pengelolaan Sampah Terintegrasi (PST) yang diluncurkan oleh Bupati Bireuen, berhasil diimplementasikan di Desa Blang Asan. Warga di desa ini diedukasi tentang pemilihan sampah sebelum dibuang dan diangkut menggunakan becak sampah ke TPA. 

Sampah plastik yang bisa didaur ulang seperti botol plastik di antar ke Bank Sampah untuk dikumpulkan, lalu ditimbang dan diganti dalam bentuk uang. Setelah tabungannya cukup, warga pun bisa menarik tabungan tersebut dan dipergunakan untuk kebutuhan lainnya.

Cara seperti ini rupanya sangat efektif untuk mengurangi sampah rumah tangga. Hal ini terbukti dari lingkungan sekitar desa Blang Asan lebih bersih dan tidak ada lagi sampah yang bertaburan di jalanan dan selokan. Warga semula tidak terlibat dalam pengelolaan sampah kini mau ikut dan menjadi bagian dalam nasabah bank Sampah.

Abdul Halim berharap ini menjadi langkah awal untuk memberdayakan masyarakat melalui pengelolaan sampah rumah tangga secara mendiri. Sehingga desa-desa lainnya yang ada di di kota Bireuen pun bisa ikut menjalankan program seperti ini dan masalah sampah bisa teratasi dengan baik.

6 Influencer yang Bikin Kamu Peduli Lingkungan

Kepedulian itu muncul ketika informasi tentang suatu hal itu tersampaikan ke kita. Kenapa banyak orang yang tidak peduli tentang isu lingkungan, tapi gosip artis atau trend fashion jadi hal yang menarik untuk diperbincangkan? Hal itu dikarenakan sumber informasi yang diterimanya lebih banyak tentang gosip atau trend fashion terebut, makanya secara tidak sadar mereka yang menerima informasi tersebut terbawa arus mengikuti apa yang dilihat dan didengarnya.

Lantas, bagaimana kita bisa menumbuhkan kesadaran untuk peduli akan lingkungan? Nah, kamu bisa mengikuti 6 Influencer yang sering membuat konten tentang lingkungan dan hidup di lingkungan yang sehat dan bersih.

Ini versi aku, mungkin kamu punya Influencer yang menurutmu bagus, juga bisa diinformasikan di kolom komentar supaya kita lebih banyak tahu lagi Influencer yang membahas isu lingkungan.


1. Kampung Halaman Official

Aku mulai mengikutinya semenjak bulan April lalu. Menurutku ini konten yang bagus untuk diikuti karena menyuguhkan suasana kehidupan perkampungan yang asri dan alami.

Pemerennya bukan anak muda, tapi sosok orang tua yang disebut Akung dan Uti. Dua sosok ini berhasil membuat kita rindu akan susana kampung dan orang tua. Mereka membuat konten tentang masakan kampung yang bahan-bahannya diambil dari kebun di sekitar rumah.

Cara memasaknya juga unik dan masih menggunakan peralatan tradisional, tidak ada peralatan canggih yang bisa membahayakan lingkungan. Namun, hasil dari masakan yang disuguhkan sangat menggoda selera. Influencer asal Yogyakarta ini berhasil menarik banyak followers karena menyadarkan kita bahwa untuk bahagia itu tidak perlu mewah, cukup hidup sederhana, bersahabat dengan alam tanpa harus merusak lingkungan.


2. Emarsela

Aku juga suka mengikuti akun Instagram ibu muda ini karena kegiatan berkebunnya di lahan sempit, tepatnya di samping rumah. Bagaimana tidak terkagum-kagum lahan yang tidak seberapa itu bisa ditanami berbagai macam sayuran dan buah. Jadi, kalau dia mau memasak tinggal ambil di kebun samping rumah deh.

Ia juga sering membagikan tips cara berkebun dan mengelola sampah organik rumah tangga yang dijadikan kompos untuk tanamannya sendiri. Dari akun inilah aku tertarik mencoba berkebun di lahan sempit rumahku. Awalnya aku pesimis karena teras dan belakang rumah semua ditutupi dengan semen, tapi ketika melihat video-video dari Bunda Emarsela yang membuat pot dan polibag untuk tanam-tanamannya akhirnya tarraaaa.

Meskipun tidak secantik dan sebanyak kebunnya Bunda Emarsela, paling tidak aku sudah mencobanya dan Alhamdulillah sudah sempat panen sayur beberapa kali. Rumahku pun juga tidak terlihat gersang lagi karena ada tanaman yang mempersejuknya.


3. Eco Blogger Squad

Aku termasuk bagian dari Eco Blogger Squad. Sejak tahun 2020, kami para blogger dari berbagai daerah bergabung dalam komunitas ini. Tugas kami ialah menulis tentang isu lingkungan yang terjadi di sekitar kami.

Tentunya kami tidak sembarangan menulis karena sebelumnya kami diberikan informasi dari ahlinya yang paham tentang lingkungan. Setelah itu, kami menulisnya di blog masing-masing dan membagikannya melalui media massa, baik Instagram maupun Twitter.
Hasil tulisan yang kami rangkum dan ilmu yang kami dapat, kami share melalui Instagram yang kemudian dikolaborasikan dengan Instagram Eco Blogger Squad. Jadi, kebanyakan postingan di akun ini adalah hasil kolaborasi dari para blogger. Di antara para blogger ini juga ada yang konsisten membahas isu lingkungan, jadi kamu bisa melihat-lihat akun mereka yang tentunya bisa menambah teman-teman yang peduli akan lingkungan.


4. Bumijo | Less Waste Lifestyle 


Buat kamu yang kebingungan cara mengolah sampah rumah tangga, wajib banget ngikutin akun ini. Sebab di sini banyak trik dan cara yang tepat pengolahan sampah yang dibagikan melalui konten video. Yang awalnya kita kira sampah tersebut tidak bisa dingapa-ngapain lagi, bisa diolah dan dibuat sesuatu yang lebih berharga.

Selain itu, Mijo admin akun ini juga sering mengampanyekan untuk membawa totebag atau tumbler sendiri saat berpergian. Ini untuk meminimalisir penggunaan kertas kresek dan penggunaan botol plastik. Coba deh lihat postingannya sangat mempengaruhi kita untuk melakukan hal baik agar lingkungan terjaga.


5. Bule Sampah

Eits, jangan kira ini konten 'sampah' berkonotasi negatif ya. Pemilik akun ini ialah bule asal Jerman yang hobinya jalan-jalan. Dia sering membagikan konten video yang memperlihatkan tumpukan sampah di berbagai daerah. Namun, ia lebih sering memperlihatkan sampah yang ada di Indonesia. Mungkin karena dia tinggal di Indonesia kali ya?

Kadang ada juga konten yang membandingkan pengelolaan sampah yang ada di Indonesia dengan di Jerman. Memang jauh banget perbedaannya, tapi ia bukan bermaksud menjelek-jelekkan Indonesia. Namun, ia ingin membangun kesadaran warga Indonesia agar lebih peduli untuk menjaga lingkungan sekitarnya.

Di bio bule ini tertulis, "Buat Indonesia Bersih Kembali" mulia bangetkan hatinya. Masak sih bule aja pengen Indonesia bersih, kita yang lahir, besar, dan bertumbuh di tanah air sendiri tidak mau melakukan hal yang sama? Bagi kamu yang penasaran bagaimana cara bule sampah mengampanyekan isu lingkungan, langsung aja lihat konten instagramnya.


6. Team Up for Imapcat


Nah, ini akun kolaborasi juga sama seperti akun Eco Blogger Squad. Namun, bedanya siapapun bisa berkolaborasi dengan akun ini bila isunya terkait lingkungan. Sesuai dengan tulisan di bionya "Siapapun bisa menyelamatkan bumi dengan caramu sendiri" jadi kamu bisa juga membuat konten tentang lingkungan dan mengajak teman-temanmu untuk melakukan juga.

Memang dampaknya gak seberapa sih, tapi bila dilakukan bersama dan pesan baik ini terus disebarluaskan jadi banyak yang tahu dan ikut melakukannya. Daripada terus ngikutin isu artis atau fashion, mending deh kamu fokus pada isu lingkungan yang bisa menyelamatkan kita semua dari kerusakan lingkungan.

Nah, itulah beberapa Influencer yang bisa kamu ikuti untuk menambah pengetahuan tentang menjaga lingkungan. Sebenarnya ini adalah tantanganku untuk menyelesaikan challenge TEAM UP FOR IMAPCAT agar mendapatkan satu pohon yang akan ditanam atas namaku sendiri.

Jadi, aku memilih tantangan untuk mengikuti Influencer lingkungan dan kemudian aku tuliskan di blog untuk di share lagi ke teman-temanku. Aku yakin, kontenku yang receh ini bisa bermanfaat untuk kamu yang mungkin sudah tergerak hatinya untuk hidup ramah lingkungan, tapi belum tahu cara melakukannya.

Sebab, menurut hasil survei indikator Politik Indonesia dan Yayasan Indonesia Cerah, 82% anak muda Indonesia khawatir tentang kerusakan lingkungan. Jadi, apa yang bisa kita lakukan?

Caranya ya dengan mengangkat isu lingkungan melalui konten di media sosial. Supaya makin banyak yang sadar bahwa kita harus peduli pada lingkungan.