Bagaimana Indonesia Maju Kalau Karhutla Terus Melaju

Selasa, Agustus 15, 2023 0 Comments A+ a-

Petugas Pemadam Kebakaran hormat kepada bendera merah putih 
sebelum memadamkan api. Sumber Foto Antaranews.com 

Sudah 78 tahun Indonesia merdeka, tapi rasa-rasanya hutannya semakin berkurang. Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), tak henti-hentinya terjadi bahkan setiap tahun sudah menjadi lingkaran setan. Ada kemungkinan unsur kesengajaan dengan alasan ingin membuka lahan untuk perindustrian. Kebanyakan sasarannya ialah lahan gambut yang kemudian dibakar, dikeringkan dengan maksud alih fungsi lahan.

Hanya saja cara pemanfaatan seperti ini berisiko terjadinya Karhutla. Akibat dari kebakaran itu, bisa melepaskan emisi karbon ke udara yang meningkatkan pemanasan global, kemarau kering dan panjang sehingga membuat cuaca tidak menentu. Kamu bisa rasakan dampaknya sekarang betapa amburadulnya cuaca yang kian tidak menentu. Hari-hari semakin panas saja ibarat tinggal di gurun sahara. Sungguh berbanding terbalik dengan keadaan Indonesia yang dulunya subur dipenuhi hutan raya, kini di kemerdekaannya yang ke-78 dipenuhi Karhutla. Bagaimana bisa maju kalau keadaan lingkungan kita tidak baik-baik saja?

Peran Penting Lahan Gambut

Mungkin belum banyak yang tahu betapa besar pengaruh lahan gambut untuk menyokong kehidupan kita, sehingga ketika adanya kebakaran lahan gambut dianggap persoalan biasa. Padahal, bila kamu mengetahui betapa pentingnya lahan gambut ini, kamu jadi orang yang terdepan mencegah terjadinya kebakaran lahan gambut. Berikut saya paparkan alasannya berdasarkan penjelasan Kak Ola Abas saat online #ecobloggersquad, pada 11 Agustus 2023.

1. Bisa mengurangi dampak bencana banjir dan kemarau

Daya serapnya yang tinggi membuat gambut berfungsi sebagai tendon air. Ia bisa menampung air sebesar 450-850% dari bobot keringnya. Selain itu, gambut yang terdekomposisi juga mampu menahan air 2-6 kali lipat berat keringnya. Nah, sekarang kenapa dampak bencana banjir dan kemarau begitu terasa karena banyak lahan gambut yang hilang akibat dibakar dan dikeringkan.

2. Menunjang perekonomian masyarakat lokal

Berbagai tanaman dan hewan yang habitatnya di lahan gambut, seperti beraneka jenis pohon sebagai tempat bersarang lebah yang menghasilkan madu dapat menjadi sumber pangan dan pendapatan masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut.

3. Habitat untuk perlindungan keanekaragaman hayati

Berbagai macam flora dan fauna dapat tumbuh dan tinggal di lahan gambut. Beberapa jenis flora sangat berguna bagi masyarakat sehingga perlu dibudidayakan. Sementara itu, fauna yang tinggal di lahan gambut berperan penting dalam menjaga keberlangsungan hidup ekosistem gambut lainnya.

4. Lahan gambut menjaga perubahan iklim

Gambut menyimpan cadangan karbon yang besar dan dua kali lebih banyak dari hutan yang ada di seluruh dunia. Ketika terganggu, dikeringkan, atau mengalami alih fungsi, simpanan karbon di dalam gambut terlepas ke udara dan menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca. Bayangkan kalau dalam setahun berkali-kali terjadi kebakaran lahan gambut, betapa banyak gas karbon yang dilepaskan ke udara. Wajarlah hari-hari yang kita lalui saat ini penuh dengan kepanasan berasa bumi tak layak lagi hunyi.
Lahan gambut di Indonesia 

Bagaimana Lahan Gambut Terbakar?

Ketika lahan gambut kering, api kecil atau bahkan puting rokok bisa memicu kebakaran. Api bisa menyebar hingga lapisan gambut di kedalaman 4 meter. Walaupun di permukaan sudah padam, bukan berarti api di lapisan dalam juga padam. Api bertahan sampai berbulan-bulan bahkan menjalar ke tempat lain.
Perlu diketahui bahwa bila satu hektar lahan gambut dikeringkan di wilayah tropis, akan mengeluarkan rata-rata 55 metrik ton CO2 setiap tahun, setara dengan membakar lebih dari 6.000 galon bensin. Coba bayangkan bagaimana dampak buruknya terhadap lingkungan bila hal ini terus- menerus terjadi?

Peristiwa Karhutla Besar di Indonesia

1. Kebakaran hutan dan lahan Juli 1997 – Februari 1998 di 24 Provinsi di Indonesia

a. Luas hutan terbakar 11,7 juta hektar, kerugian akibat kebakaran tersebut mencapai USD 1.62-2.7 M.

b. Kerugian akibat kabut asap: USD 674-799 juta, kerugian terkait emisi karbon: USD 1.8 M.

c. Pesawat Garuda GA 152 jatuh di Sibolangit karena kabut asap dan sebanyak 234 penumpang menjadi korban jiwa.

d. Sebanyak 20 juta orang terkena polusi udara dan pencemaran air, secara langsung dan tidak langsung.

e. Di Papua, ratusan warga meninggal karena transportasi untuk mengantarkan makanan dan keperluan suplai lainnya di pedalaman terhenti akibat asap.

f. Jumlah emisi 0.81 – 2.7 gigaton setara CO2.

g. Asap sampai ke negara-negara sebelah, seperti Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, Thailand, Filipina, dan Australia.

2. Kebakaran Hutan dan Lahan 2015 di 32 Propinsi di Indonesia

a. Kebakaran hutan dan lahan gambut seluas lebih dari 2,6 juta ha (33% di lahan gambut) yang terbesar di Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Papua.

b. Hilangnya kayu atau produk non-kayu, serta habitat satwa.

c. Kerugian lingkungan terkait keanekaragaman hayati diperkirakan sekitar $295 juta.

d. Ribuan hektar habitat orangutan dan hewan yang hampir punah lainnya pun ikut hancur.

e. Kabut asap terjadi terjadi di hampir 80% wilayah Indonesia. Asap yang dihasilkan dari Karhutla turut dirasakan hingga Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam .

f. Sebanyak 120 ribu titik api dipadamkan lewat waterbombing, hujan buatan, dan pemadaman darat. Untungnya ada hujan besar di Oktober 2015 yang berhasil menurunkan jumlah titik api secara drastis.

g. Sejumlah 28 juta jiwa terdampak, 19 orang meninggal, dan hampir 500 ribu orang mengalami gangguan pernapasan atau ISPA. Racun yang dibawa oleh asap menyebabkan gangguan pernapasan, mata dan kulit, dan berbahaya bagi balita dan kaum lanjut usia. Udara yang beracun tersebut mengandung karbondioksida, sianida dan ammonium.

h. Sekitar 5 juta siswa kehilangan waktu belajar akibat penutupan sekolah pada tahun 2015.

i. Jumlah emisi 1.1 gogaton setara CO2.

Begitulah sekilas gambaran keadaan Indonesia di ulang tahun yang ke-78. Di sini hanya dijelaskan dua Karhutla terbesar, tapi sebenarnya setiap tahun selalu terjadi Karhutla. Walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak, tapi tetap menjadi risiko bagi kehidupan kita. Semoga ke depan tidak ada lagi Karhutla di Indonesia, sehingga kita fokus untuk melakukan hal-hal positif yang membuat Indonesia bisa lebih maju dan berjaya. Merdeka!