Kenapa Harus Ada Cinta?
Lama rasa cinta itu tidak pernah
muncul, saat aku memutuskan tidak akan mencintai seseorang sebelum adanya akad
nikah. Aku berusaha tetap tegar, walaupun keadaan disekitarku begitu menggoda.
Masa remaja tidak ku lalui begitu indah, layaknya seperti remaja lain yang
sedang kasmaran dengan cinta mereka. Aku berhasil mengalihkannya ke hal-hal
yang positif dan menjauhkan diriku dari unsur-unsur cinta. Hal ini karena
pengalaman pertamaku yang tidak begitu baik saat mengenal cinta.
Pengalaman
sebelumnya, aku pernah pacaran dengan seorang laki-laki karena ingin gaya-gayan
aja. Ini aku lakukan untuk sekedar menghindar dari para lelaki yang mengajakku
pacaran. Ditambah lagi dengan desakan teman-temanku. Waduh terkadang aku di
bully, karena nggak punya pacar, katanya lesbilah, inilah, itulah, (pusing
kepala barbie) hehehe. Tau kan gimana anak ABG, sedangkan aku baru kelas satu SMA.
Ya.., sudahlah, aku pun menerima salah seorang laki-laki yang menurutku pantas.
Kamipu
pacaran jarak jauh, LDR sih katanya. Satu minggu berlalu, satu bulan,
lancar-lancar aja, lebaran pun tiba. Kami pun bertemu, setelah sekian lama
tidak bertemu. Nggak taulah perasaan waktu itu. Kamipun sempat dua kali
bertemu, bahasannya sekitar kegiatan di sekolah. Aku mulai senang kepadanya.
Inikah pacaran yang sering disebut teman-temanku itu? Namun bulan-bulan
berikutnya tidak ada kabar lagi. Aku menunggu kabar darinya, statusnya nggak
jelas, tapi saat ada laki-laki lain mendekatiku, aku mengatakan sudah ada
laki-laki lain yang mengisi hatiku. Padahal hanya sekedar menghindar darinya.
Akan
tetapi sakitnya, saat aku bertemu dengannya dia pun cuek banget. Bahkan tak
menyapaku. Ditambah lagi dia sudah berpacaran dengan gadis lain. Waduh.,
begitukah pacaran? Haruskah ada yang tersakiti? Untung perasaan cinta belum
tumbuh besar di hatiku. Gawatkan, kalau sendainya aku benar-benar menyukainya.
Akupun membulatkan tekad nggak pacaran lagi sebelum sekolahku berakhir. Akupun
selesai sekolah. Saatnya masuk ke perguruan tinggi dan fokus dalam mengejar
cita-citaku.
*****
Saat
piala dunia tahun 2010, dia pun kembali menghubungiku. Tapi kali ini aku tidak
menganggapnya sebagai seorang kekasih. Aku menganggapnya sebagai teman, dia pun
menerimanya. Kesalahan terbesarku saat itu, aku menerima tantangan darinya
yaitu taruhan bola. Club bola siapa yang menang, dia berhak menentukan hadiah
apa yang diinginkan. Karena aku suka tantangan, dan juga pencinta bola, akupun
menerima taruhan itu. Kami berdua hobi bola dan mempunyai club masing-masing,
bahkan aku rela bergadang demi menonton club kesayanganku itu. Paginya kami
membahas tentang pertandingan tadi malam. Eits.., jangan berfikiran aneh, kami
menonton bola di rumah masing-masing ya..,!
Sampai
tiba dibabak final, clubnya bertahan, tapi club yang ku pegang harus lengser
duluan. Terpaksalah aku mendukung club lain yang menjadi lawannya pada malam
itu. Akhirnya club yang didukungnya
menjadi juara. Sesuai dengan perjanjian, yang kalah harus memenuhi permintaan
yang menang. Dia memintaku untuk kembali padanya, supaya bisa menebus
kesalahannya. Aku tidak bisa memenuihi permintaanya, karena ada sesuatu hal
yang ku anggap tidak bisa bersatu lagi dengannya. “Pantang pisang berbuah dua
kali, dan tak mungkin ikan mati berenang kembali” begitu kata Zainudin dalam
novel tenggelamnya kapal Van Der Wijck. Hatiku telah tersekiti, dan aku tidak
mau terulang lagi. Aku mempersepsikan buruk tentang cinta. Haruskah ada cinta
sebelum menikah? Pikirku dalam hati.
Berulang
kali dia memintaku untuk kembali kepadanya. Aku mengakui, tidak supportif dalam
pertaruhan ini. Tapi ini menyangkut perasaan, cinta tidak bisa ditaruhkan
seperti taruhan menonton bola. Aku tau, dia menginginkan keseriusan bersamaku,
dan aku tau apa yang ku lakukan ini sebenarnya salah besar. Janji memang harus ditepati, karena janji
adalah hutang yang harus di bayar. Aku pun mengabaikan janji itu. Lewat pesan
terakhirnya “Saya kecewa karena kau
tidak menempati janjimu”.
Aku
menganggap itu hal biasa, dan berharap dia mencari perempuan lain sebagai
penggantiku. Empat tahun setelah itu, aku tidak pernah memulai untuk pacaran
lagi. Walaupun sebenrnya ada beberapa laki-laki yang aku sukai, namun aku tutup
rapat-rapat hatiku untuknya. Kemudian ada juga yang mendekatiku, tapi aku
menolak dan menghindar darinya. Menurutku pacaran hanya mengganggu konsentrasi
belajarku. Hingga selesai kuliahpun, aku tidak pernah menjalin hubungan dengan
siapapun. Hanya sebatas teman atau sahabat dekat yang sekedar teman biasa.
Hingga
pada akhirnya, fase dewasa awalku tiba. Teman-temanku mulai sibuk membahas
tentang pernikahan. Hampir setiap bulan ada kabar dan undangan dari teman yang
melangsungkan pernikahan. Disaat teman-temanku bercerita tentang pasangannya,
aku hanya bisa terdiam dan menjadi pendengar yang baik. Tidak ada yang bisa ku
ceritakan, karena aku tidak punya pasangan. Mulailah hati ini gelisah, umurku
sudah cukup untuk menjalin hubungan dan
terkadang statusku sering di pertanyakan oleh teman-temanku.
Bukannya
tidak ada yang tertarik denganku, bahkan banyak yang menginginkannya. Tapi aku
sulit untuk memulai percintaan. Aku sulit jatuh cinta, entah apa sebabnya,
terkadang aku tidak mau diatur-atur atau dicurigai saat beraktivitas, layaknya
teman-temanku yang pacaran. Namun di lain sisi, aku sedikit risih banyak orang
yang berharap padaku lantaran statusku masih singgle. Yang namanya perasaan,
mana bisa dipksa. Dalam hati kecilku,
aku sebenarnya juga ingin mengenal laki-laki yang akan menjadi imamku nanti,
layaknya teman-teman seusiaku.
Hingga tiba
akhirnya, aku menemukan seseorang yang aku kira pantas untukku. Aku juga ingin
merasakan punya seseorang yang dekat denganku, yang bisa mendengarkan curhatku,
dan bisa menjadi teman bagi hidupku. Kali ini, aku ingin mencobanya lagi
setelah lima tahun sudah tidak pacaran. Awalnya aku juga tidak tertarik
dengannya, dia bukan tipeku, tapi dia memiliki hobi yang sama denganku,
menulis. Pendekatanya kurang lebih satu tahun, sisi positifnya dia sering
mengomentari status sosmed dan tulisanku.
Terlebih lagi
aku mulai gerah saat ada laki-laki yang tidak ku suka, tapi terus memaksa dan
mencari alasan, kenapa aku tidak menyukianya. Bingungkan jawabanya. Ah.., dari
pada bingung, aku terimalah sajalah, laki-laki yang mempunyai hobi yang sama
dengaku itu. Awalnya, indah banget, lewat kata-kata yang di ucapkannya. Oh..,
indahnya, saat hati dilanda cinta. Si petrik, teman dekatku yang mengetahui hal
itu, secara spontan mengatakan” ternyata kamu masih normal ya! Aku kira kamu
tidak tertarik dengan laki-laki”, dasar loe, aku tidak segila itu loe., tawapun pecah.
Satu bulan,
ya., hanya sebulan yang bisa bertahan. Disaat perencanaan menjalin ke hubungan
serius di mulai, disaat hati ini sudah menerima keberadaan cinta. Dikala aku
mulai tertarik padanya. Tapi, dia bilang aku hanya ingin menjadi temanmu.
What....? setelah impian indah dirancang lewat untaian kata dalam sebuah pesan
singkat. Ahh.. aku tidak menyangka dia
setega itu. Sulit banget rasanya menerima ini. Disaat benih cinta mulai tumbuh,
tapi diinjak dan dimasukkan lagi ke dalam bumi. Aku teringat akan janji ku
dulu, janji taruhan bolaku dengan sang mantan. Apa kah ini sebuah karma bagiku
yang telah mengingkari janji. Aku ingin minta maaf kepadanya.
Dimanapun kamu
berada wahai sang mantan bolaku, maafkan aku yang tidak pernah bisa memenuhi
permintaanmu itu. Aku akui, kekalahan club pesepak bola yang aku dukung. Tapi
tolong, hapuslah perjanjian kita dulu, biar aku dimudahkan dalam urusan cinta.
Untuk kamu
yang pernah menyinggahi hatiku. Kata-katamu cukup bagiku untuk mempercayaimu,
ku akui kamu pandai dalam tulis menulis dan entah kenapa aku terlalu berharap
padamu. Satu bulan menjadi orang spesial
di hatiku ini, cukup mengenalkan arti cinta kepadaku, walapun aku butuh proses
berbulan-bulan untuk mengubah statusmu itu menjadi teman bagiku.
Aku bersyukur,
Allah menunjukkakn jalan kepadaku, bahwa sebenarnya tidak ada cinta sebelum
adanya akad nikah. Kembali prinsip no pacaran.., kembali ku tanamkan dijiwaku.
Karena aku yakin, suatu saat ada seseorang lelaki yang secara baik-baik datang
kepadaku dan langsung melamar menemui orang tuaku. Biarlah persaan cinta ini
aku benamkan dulu di hatiku, hingg tiba saatnya ada yang menjemput cinta itu.
Sama halnya saat Zainuddin kehilangan Hayati,
kekuatan cinta lah yang membuatnya bangkit sehingga menjadi orang sukses dan
dermawan. So,, kenapa kau tidak menjadi seperti seorang zainudin yang mampu
membangun cinta nya setinggi gunung pencakar langit, begitu juga aku harus
mampu menjadikan kesendirian ini sebagai lecutan untuk mencapai ksesuksesanku di titik yang paling
tinggi.
“Cinta yang terlalu
fokus sampai mengorbankan diri pecintanya, adalah pembantaian terhadap
keseimbangan alam semestsa, dan itu musuh percintaan”.