Kenapa Harus Ada Cinta?

Selasa, Juli 07, 2015 0 Comments A+ a-



Lama rasa cinta itu tidak pernah muncul, saat aku memutuskan tidak akan mencintai seseorang sebelum adanya akad nikah. Aku berusaha tetap tegar, walaupun keadaan disekitarku begitu menggoda. Masa remaja tidak ku lalui begitu indah, layaknya seperti remaja lain yang sedang kasmaran dengan cinta mereka. Aku berhasil mengalihkannya ke hal-hal yang positif dan menjauhkan diriku dari unsur-unsur cinta. Hal ini karena pengalaman pertamaku yang tidak begitu baik saat mengenal cinta.
                Pengalaman sebelumnya, aku pernah pacaran dengan seorang laki-laki karena ingin gaya-gayan aja. Ini aku lakukan untuk sekedar menghindar dari para lelaki yang mengajakku pacaran. Ditambah lagi dengan desakan teman-temanku. Waduh terkadang aku di bully, karena nggak punya pacar, katanya lesbilah, inilah, itulah, (pusing kepala barbie) hehehe. Tau kan gimana anak ABG, sedangkan aku baru kelas satu SMA. Ya.., sudahlah, aku pun menerima salah seorang laki-laki yang menurutku pantas.
                Kamipu pacaran jarak jauh, LDR sih katanya. Satu minggu berlalu, satu bulan, lancar-lancar aja, lebaran pun tiba. Kami pun bertemu, setelah sekian lama tidak bertemu. Nggak taulah perasaan waktu itu. Kamipun sempat dua kali bertemu, bahasannya sekitar kegiatan di sekolah. Aku mulai senang kepadanya. Inikah pacaran yang sering disebut teman-temanku itu? Namun bulan-bulan berikutnya tidak ada kabar lagi. Aku menunggu kabar darinya, statusnya nggak jelas, tapi saat ada laki-laki lain mendekatiku, aku mengatakan sudah ada laki-laki lain yang mengisi hatiku. Padahal hanya sekedar menghindar darinya.
                Akan tetapi sakitnya, saat aku bertemu dengannya dia pun cuek banget. Bahkan tak menyapaku. Ditambah lagi dia sudah berpacaran dengan gadis lain. Waduh., begitukah pacaran? Haruskah ada yang tersakiti? Untung perasaan cinta belum tumbuh besar di hatiku. Gawatkan, kalau sendainya aku benar-benar menyukainya. Akupun membulatkan tekad nggak pacaran lagi sebelum sekolahku berakhir. Akupun selesai sekolah. Saatnya masuk ke perguruan tinggi dan fokus dalam mengejar cita-citaku.
                                                                                                *****
                Saat piala dunia tahun 2010, dia pun kembali menghubungiku. Tapi kali ini aku tidak menganggapnya sebagai seorang kekasih. Aku menganggapnya sebagai teman, dia pun menerimanya. Kesalahan terbesarku saat itu, aku menerima tantangan darinya yaitu taruhan bola. Club bola siapa yang menang, dia berhak menentukan hadiah apa yang diinginkan. Karena aku suka tantangan, dan juga pencinta bola, akupun menerima taruhan itu. Kami berdua hobi bola dan mempunyai club masing-masing, bahkan aku rela bergadang demi menonton club kesayanganku itu. Paginya kami membahas tentang pertandingan tadi malam. Eits.., jangan berfikiran aneh, kami menonton bola di rumah masing-masing ya..,!
                Sampai tiba dibabak final, clubnya bertahan, tapi club yang ku pegang harus lengser duluan. Terpaksalah aku mendukung club lain yang menjadi lawannya pada malam itu.  Akhirnya club yang didukungnya menjadi juara. Sesuai dengan perjanjian, yang kalah harus memenuhi permintaan yang menang. Dia memintaku untuk kembali padanya, supaya bisa menebus kesalahannya. Aku tidak bisa memenuihi permintaanya, karena ada sesuatu hal yang ku anggap tidak bisa bersatu lagi dengannya. “Pantang pisang berbuah dua kali, dan tak mungkin ikan mati berenang kembali” begitu kata Zainudin dalam novel tenggelamnya kapal Van Der Wijck. Hatiku telah tersekiti, dan aku tidak mau terulang lagi. Aku mempersepsikan buruk tentang cinta. Haruskah ada cinta sebelum menikah? Pikirku dalam hati.
                Berulang kali dia memintaku untuk kembali kepadanya. Aku mengakui, tidak supportif dalam pertaruhan ini. Tapi ini menyangkut perasaan, cinta tidak bisa ditaruhkan seperti taruhan menonton bola. Aku tau, dia menginginkan keseriusan bersamaku, dan aku tau apa yang ku lakukan ini sebenarnya salah besar.  Janji memang harus ditepati, karena janji adalah hutang yang harus di bayar. Aku pun mengabaikan janji itu. Lewat pesan terakhirnya “Saya kecewa karena  kau tidak menempati janjimu”.
                Aku menganggap itu hal biasa, dan berharap dia mencari perempuan lain sebagai penggantiku. Empat tahun setelah itu, aku tidak pernah memulai untuk pacaran lagi. Walaupun sebenrnya ada beberapa laki-laki yang aku sukai, namun aku tutup rapat-rapat hatiku untuknya. Kemudian ada juga yang mendekatiku, tapi aku menolak dan menghindar darinya. Menurutku pacaran hanya mengganggu konsentrasi belajarku. Hingga selesai kuliahpun, aku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun. Hanya sebatas teman atau sahabat dekat yang sekedar teman biasa.
                Hingga pada akhirnya, fase dewasa awalku tiba. Teman-temanku mulai sibuk membahas tentang pernikahan. Hampir setiap bulan ada kabar dan undangan dari teman yang melangsungkan pernikahan. Disaat teman-temanku bercerita tentang pasangannya, aku hanya bisa terdiam dan menjadi pendengar yang baik. Tidak ada yang bisa ku ceritakan, karena aku tidak punya pasangan. Mulailah hati ini gelisah, umurku sudah cukup untuk  menjalin hubungan dan terkadang statusku sering di pertanyakan oleh teman-temanku.
                Bukannya tidak ada yang tertarik denganku, bahkan banyak yang menginginkannya. Tapi aku sulit untuk memulai percintaan. Aku sulit jatuh cinta, entah apa sebabnya, terkadang aku tidak mau diatur-atur atau dicurigai saat beraktivitas, layaknya teman-temanku yang pacaran. Namun di lain sisi, aku sedikit risih banyak orang yang berharap padaku lantaran statusku masih singgle. Yang namanya perasaan, mana bisa dipksa.  Dalam hati kecilku, aku sebenarnya juga ingin mengenal laki-laki yang akan menjadi imamku nanti, layaknya teman-teman seusiaku.
Hingga tiba akhirnya, aku menemukan seseorang yang aku kira pantas untukku. Aku juga ingin merasakan punya seseorang yang dekat denganku, yang bisa mendengarkan curhatku, dan bisa menjadi teman bagi hidupku. Kali ini, aku ingin mencobanya lagi setelah lima tahun sudah tidak pacaran. Awalnya aku juga tidak tertarik dengannya, dia bukan tipeku, tapi dia memiliki hobi yang sama denganku, menulis. Pendekatanya kurang lebih satu tahun, sisi positifnya dia sering mengomentari status sosmed dan tulisanku.
Terlebih lagi aku mulai gerah saat ada laki-laki yang tidak ku suka, tapi terus memaksa dan mencari alasan, kenapa aku tidak menyukianya. Bingungkan jawabanya. Ah.., dari pada bingung, aku terimalah sajalah, laki-laki yang mempunyai hobi yang sama dengaku itu. Awalnya, indah banget, lewat kata-kata yang di ucapkannya. Oh.., indahnya, saat hati dilanda cinta. Si petrik, teman dekatku yang mengetahui hal itu, secara spontan mengatakan” ternyata kamu masih normal ya! Aku kira kamu tidak tertarik dengan laki-laki”, dasar loe, aku  tidak segila itu loe., tawapun pecah.
Satu bulan, ya., hanya sebulan yang bisa bertahan. Disaat perencanaan menjalin ke hubungan serius di mulai, disaat hati ini sudah menerima keberadaan cinta. Dikala aku mulai tertarik padanya. Tapi, dia bilang aku hanya ingin menjadi temanmu. What....? setelah impian indah dirancang lewat untaian kata dalam sebuah pesan singkat.  Ahh.. aku tidak menyangka dia setega itu. Sulit banget rasanya menerima ini. Disaat benih cinta mulai tumbuh, tapi diinjak dan dimasukkan lagi ke dalam bumi. Aku teringat akan janji ku dulu, janji taruhan bolaku dengan sang mantan. Apa kah ini sebuah karma bagiku yang telah mengingkari janji. Aku ingin minta maaf kepadanya.
Dimanapun kamu berada wahai sang mantan bolaku, maafkan aku yang tidak pernah bisa memenuhi permintaanmu itu. Aku akui, kekalahan club pesepak bola yang aku dukung. Tapi tolong, hapuslah perjanjian kita dulu, biar aku dimudahkan dalam urusan cinta.
Untuk kamu yang pernah menyinggahi hatiku. Kata-katamu cukup bagiku untuk mempercayaimu, ku akui kamu pandai dalam tulis menulis dan entah kenapa aku terlalu berharap padamu.  Satu bulan menjadi orang spesial di hatiku ini, cukup mengenalkan arti cinta kepadaku, walapun aku butuh proses berbulan-bulan untuk mengubah statusmu itu menjadi teman bagiku.
Aku bersyukur, Allah menunjukkakn jalan kepadaku, bahwa sebenarnya tidak ada cinta sebelum adanya akad nikah. Kembali prinsip no pacaran.., kembali ku tanamkan dijiwaku. Karena aku yakin, suatu saat ada seseorang lelaki yang secara baik-baik datang kepadaku dan langsung melamar menemui orang tuaku. Biarlah persaan cinta ini aku benamkan dulu di hatiku, hingg tiba saatnya ada yang menjemput cinta itu.
 Sama halnya saat Zainuddin kehilangan Hayati, kekuatan cinta lah yang membuatnya bangkit sehingga menjadi orang sukses dan dermawan. So,, kenapa kau tidak menjadi seperti seorang zainudin yang mampu membangun cinta nya setinggi gunung pencakar langit, begitu juga aku harus mampu menjadikan kesendirian ini sebagai lecutan untuk  mencapai ksesuksesanku di titik yang paling tinggi.



“Cinta yang terlalu fokus sampai mengorbankan diri pecintanya, adalah pembantaian terhadap keseimbangan alam semestsa, dan itu musuh percintaan”.