Kampung Pedagang dan Pengrajin

Selasa, Juli 07, 2015 0 Comments A+ a-



Belakangan ini aku sangat tertarik membahas hal-hal yang berada di sekitarku. Unik dan menarik menurutku, saat kita menelusuri lebih dalam tentang sesuatu yang dianggap biasa, namun menjadi luar biasa ketika kita menceritakan sejarahnya. 

Kali ini aku menceritakan tentang profesi orang-orang yang berada di kampungku. Apakah ini sebuah tardisi, atau sebuah budaya, tapi hampir setengah dari penduduk di kampungku berprofesi sebagai pedagang dan pengrajin.

Kampungku ini bernama Air Sialang Hilir, terdapat di Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Kampungnya terletak di tepian kaki pegunungan yang menjulang tinggi, bernama Gunung Topi yang belakangan kuketahui termasuk bagian bukit barisan. 

Kampung Air Sialang terbagi menjadi tiga bagian yaitu; Air Sialang Hilir, Tengah dan Hulu. Aku tinggal di Air Sialang hilir, bagian yang paling dekat dengan jalan raya dan sungai. 

Profesi Laki-Laki 

Dulunya kampung ini menjadi pusat perdagangan terbesar di Samadua, sehingga nama jalannya disebut Jalan Perdagangan Air Sialang. Kalau teman-teman mau ke rumah ku, masuk aja ke Lorong Mesjid no 11, tapi no rumahnya tidak tertera di depan rumah, hehehe. 

Jadi, pedagang-pedagang besar dan termasyur berada di kampungku ini. Tak heran saat menjelang lebaran seperti ini, banyak pengunjung dari berbagai daerah datang kemari untuk berbelanja dan menghabiskan duitnya disini. 

Itu sih dulu..,! sayangnya akibat konflik Aceh yang berkepanjangan, para pedagang ini harus tutup toko dan lari ke berbagai daerah seperti Sinabang, Kabupaten Simeulu dan Alu Billi di Kabupaten Nagan Raya. 

Sebagian lagi tetap berdagang di Tapaktuan, pusat kota Aceh Selatan. Hanya sebagian kecil yang masih membuka tokonya di kampung Air Sialang, itupun toko kecil yang menjual kelontong dan sayur untuk kebutuhan sehari-hari.
 
Akan tetapi, mereka tetap berprofesi sebagai pedagang yang merantau ke kampung orang. Hampir rata-rata para pedagang yang ada di Sinabang dan Alue Billi, berasal dari kampungku ini. 

Begitu juga di Tapaktuan, para pedangangnya berasal dari Air Sialang. Jadi, pada saat bulan puasa menjadi berkah paling berharga bagi para pedagang ini. Istilahnya inilah bulan panen bagi para pedagang. 


Jalan Perdagangan Air Sialang

Ada sedikit berbeda dengan Air Sialang tempo dulu dengan yang sekarang. Dulunya pada saat bulan puasa, kampungku ini disesaki oleh banyak pengunjung, dari berbagai daerah yang datang untuk berbelanja. Namun sekarang malah sepi dan sunyi, bagai kampung tak berpenghunyi. Kasihan.,, kasihan.., kasihan.., kata Upin :D. 

Para pedagangnya hijrah, eh.., maksudnya pergi ke daerah lain untuk berdagang dan menetap disana. Mereka juga membawa keluarga dan saudara terdekat untuk ikut berjualan disana. 

Sebagaimana bulan puasa ini menjadi bulan panennya para pedagang, jadi mereka membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk membantunya berjualan. Jadi, ya.., kosonglah kampung ku ini. Tapi, saat lebaran tiba, pulanglah si pedagang rantau ini ke kampung halaman. Kampungku mulai ramai lagi, bahkan jangan heran saat shalat hari raya, dua buah mesjid di kampungku penuh bahkan jamaahnya sampai ke halaman mesjid. 

Enaknya lagi, banyak banget Tunjangan Hari Raya (THR), yang aku dapat dari abang, paman, mamak, pak cik, pak lot, oom dan tetangga-tetanggaku. Ya.., iyalah, mereka semua berprofesi sebagai pedagang. Inilah saat yang aku tunggu-tunggu. Kaya mendadak saat lebaran tiba wahahahaha. 

Ya., begitulah mata pencaharian kaum lelaki di kampungku, yaitu dengan cara berdagang berjualan baju, sepatu dan lain-lain sebagainya. Entah ini sebuah tradisi atau budaya, para laki-laki di kampungku lebih tertarik untuk berdagang dibandingkan melanjutkan pendidikannya. Katanya sih, berdagang lebih cepat menghasilkan dibandingkan harus kuliah berlama-lama? Bahkan para teman laki-lakiku saat sekolah Madrasah Ibtidaya dulu, sekarang sudah menjadi pedagang besar yang memiliki sebuah toko bahkan lebih. 

Selain itu kalau berdagang juga tidak terlalu terikat dengan peraturan, karena kendalinya berada di tangan sendiri. 

Perofesi Kaum Perempuan 


Pengrajin Sulam Benang Emas 

Lain lagi dengan profesi kaum perempuan di kampungku, mereka tergolong kreatiflah dibandingkan kaum perempuan yang berada di kampung lain. Eits., bukan memuji kaum sendiri ya, tapi kenyataannya memang begitu koq! Coba aja pergi ke kampungku kalau nggak percaya. 

Saat ini yang paling terkenal itu ialah kerajianan kasab sulam benang emas. Hampir setiap rumah di kampungku, kaum perempuannya berprofesi sebagai pengrajin benag emas. Dari yang muda sampai yang tua, bahkan kerjinan sulam emas ini diajarkan secara turun temurun. 

Aku bisa menjahit benang emas ini sejak usia 8 tahun, kenapa tidak, saat kecil aku sudah terbiasa melihat kakak dan ibuku melakukannya. Biasanya orang-orang daerah lain datang ke kampungku untuk membeli kasab yang sudah jadi, atau diupahkan membuat kasab dengan bahan-bahannya sudah disediakan pembeli. 


Bahkan ketua Dekranas Aceh Selatan,yang juga istri bupati Aceh Selatan, menjadi pelanggan tetap dari perkumpulan kasab yang diketuai ibuku. Beliau memesan kasab yang sudah jadi, sebagai peromosi kerajinan yang ada di Aceh Selatan saat ada pameran. 

Beliau juga mensupport kegiatan ini, supaya kerajinan kasab di Aceh Selatan tetap berjalan. Selain kasab, kaum perempuan di kampungku juga membuat kerajinan unik lainnya seperti bunga dari pipet, vas bunga dari kotak rokok, bunga dari plastik kresek dan botol minuman, dan tas rajut. 

Akan tetapi kendalanya ialah keterbatasan dalam pemasaranya. Kerajinan yang dibuat hanya sekedar mengikuti trend yang sedang berkembang saat itu. Misalnya pada tahun 1998-2000an, kaum perempuan dikampungku sedang gila-gilanya membuat kreasi bunga dari pipet minuman. Bahkan setiap rumah terdapat bunga pipet yang dibuat sendiri.

Lanjut ke tahun 2010-2012, trend bunga dari plastik kresek dan botol minuman berkembang, semua kaum perempuan terutama ibu-ibu, sibuk membuat bunga ini. Lagi dan lagi kerajinan ini tidak bertahan lama, karena kerajinan yang di buat hanya untuk kepuasan sendiri. 

Pada tahun 2013-2014, trend membuat vas bunga dari kotak rokok kembali melanda ibu-ibu di kampungku. Akan tetapi ini sudah mulai di pasarkan melalui pameran. Alhamdulilah ada beberapa yang terjual dengan harga sekitar 30-150 ribu. Sayangnya kerajinan ini kembali tutup lapak karena keterbatasan pemasaran. 

Sekarang trend rajutpun sedang diminati banyak orang. Ibuku dan beberapa saudaranya juga tidak mau tinggal diam. Mereka membuat kreasi tas rajut dari tali kur. Melihat kegigihan dari kaum perempuan di kampngku, aku pun berinisiatif untuk membantunya dengan memasarkan via online. 

Karena pasarnya bisa dijangkau kemanapun.Meskipun aku bukan ahli ekonomi, marketing ataupun seorang pengrajin sejati, cieile..., pengrajin sejati, heheh, hobby menulisku ini bisa sedikit membantu mereka dalam mempromosikan barang-barang kerajianan yang dihasilkannya. 


Perkumpulan Pengrajin Kasab Air Sialang Hilir 

Pada tahun 2012 aku memulai memposting hasil dari kerajinan ibuku di group Facebook. Awalnya aku buat dengan nama Rumah Kreasi dengan maksud sebagai tempat promosi barang-barang kerajinan hasil kerjinan yang pernah di buat ibuku. Kemudian aku berfikir untuk menjualnya karena kendala dari pengrajin di kampungku ialah keterbatasan pemasaran. 

Saat aku mengikuti salah satu seminar tentang marketing online, pesan yang sampai kepadaku adalah “buatlah kata kuci untuk meningkatakan suatu produk, yaitu dengan membuat branding”. 

Aku pun teringat oleh panggilan teman-temanku yang sering memanggil namaku dengan sebutan Yell Saints, ini karena semua akun di media onlineku bernama Yell Saints. Begitu juga dengan tulisan ku di blog yang memnggunakan nama Yell Saints. 

Lalu aku diskusikanlah dengan Mr. Piyoh, salah seorang pemuda kreatif sekaligus pengusaha sukes asal Sabang. Kece banget sih abang itu (meminjam bahasa dari Tria, Founder Griya Schizofren Aceh). 

Melalui diskusiku itu, beliau menyarankanku menulis untuk mempromosikan hasil karya dari kau perempuan di desaku, baik melalui blog maupun media online dan cetak. Kemudian branding produknya harus ditonjolkan lagi, katanya sih kata Yell Saints itu sedikit menjual, hehehehe. 

Benar juga, saat aku search di Mr. Google, “Yell Saints”, banyak keluar tulisan-tulisanku. Ya sudahlah.,, aku ganti aja namanya menjadi Yell Saints Collection. Walaupun sebenarnya, bukan aku yang menghasilkan kerajinan itu tapi ibu-ibu yang ada di kampungku. Tak apalah, karena mereka tidak peduli dengan nama itu dan apapun merk dari produk yang dihasilkannya. Yang penting asal barang-barang mereka laku dan menghasilkan uang, mereka sudah senang. 

Inil saatnya tugasku sebagai kaum perempuan yang berasal dari kampung pengrajin ini mengenalkan kerajinan lokal yang dihasilkan oleh kaum perempuan. Bagiku tidak ada hal yang lebih menyenangkan kecuali hoby yang berbayar. 

Meskipun tulisan-tulisanku belumlah begitu terkenal dan juga belum menghasilkan uang. Tapi aku sangat senang melakukannya, bahkan ini menjad hobi baru bagiku, yaitu membantu orang lain dengan tulisan. Mengangkat kegiatan-kegiatan positif melalui tulisan dan mengangkan golongan atau kaum yang kraetif ke permungkaan. Inilah era baru yang akan mengubah dunia ini, membuat orang mengerti tentang kondisi dan pekerjaan orang lain dengan cara menulisnya.