Oleh Yell Saints
![]() |
Jalan Perdagangan Air Sialang |
Kampungku ini bernama Air sialang, terdapat di Kecamatan
Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Kampungnya terletak di tepian kaki pegunungan
yang menjulang tinggi, yang belakangan ku ketahui termasuk bagian bukit
barisan. Kampung Air Sialang terbagi menjadi tiga bagian yaitu; Air Sialang
Hilir, Tengah dan Hulu. Aku tinggal di Air Sialang hilir, bagian yang paling
dekat dengan jalan raya dan sungai.
Profesi
Laki-Laki
Dulunya
kampung ini menjadi pusat perdagangan terbesar di Samadua, sehingga nama jalannya disebut Jalan Perdagangan Air
Sialang. Kalau teman-teman mau ke rumah ku, masuk aja ke Lorong Mesjid no 11,
tapi no rumahnya tidak tertera di depan rumah, hehehe. Jadi, pedagang-pedagang
besar dan termasyur berada di kampungku ini. Tak heran saat menjelang lebaran
seperti ini, banyak pengunjung dari berbagai daerah datang kemari untuk
berbelanja dan menghabiskan duitnya disini.
Itu
sih dulu..,! sayangnya akibat konflik Aceh yang berkepanjangan, para pedagang
ini harus tutup toko dan lari ke berbagai daerah seperti Sinabang Kabupaten
Simeulu dan Alu Billi di Kabupaten Nagan Raya. Sebagian lagi tetap berdagang di
Tapaktuan, pusat kota Aceh Selatan. Hanya sebagian kecil yang masih membuka
tokonya di kampung Air Sialang, itupun toko kecil yang menjual kelontong dan sayur
untuk kebutuhan sehari-hari.
Akan
tetapi, mereka tetap berprofesi sebagai pedagang yang merantau ke kampung
orang. Hampir rata-rata para pedagang yang ada di Sinabang dan Alue Billi,
berasal dari kampungku ini. Begitu juga di Tapaktuan, para pedangangnya berasal
dari Air Sialang. Jadi, pada saat bulan puasa menjadi berkah paling berharga bagi
para pedagang ini. Istilahnya inilah bulan panen bagi para pedagang.
Ada
sedikit berbeda dengan Air Sialang tempo dulu dengan yang sekarang. Dulunya
pada saat bulan puasa, kampungku ini disesaki oleh banyak pengunjung, dari
berbagai daerah yang datang untuk berbelanja. Namun sekarang malah sepi dan
sunyi, bagai kampung tak berpenghunyi. Kasihan.,, kasihan.., kasihan.., kata
Upin :D. Para pedagangnya hijrah, eh.., maksudnya pergi ke daerah lain untuk
berdagang dan menetap disana. Mereka juga membawa keluarga dan saudara terdekat
untuk ikut berjualan disana. Sebagaimana bulan puasa ini menjadi bulan panennya
para pedagang, jadi mereka membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk
membantunya berjualan. Jadi, ya.., kosonglah kampung ku ini. Tapi, saat lebaran
tiba, pulanglah si pedagang rantau ini ke kampung halaman. Kampungku mulai
ramai lagi, bahkan jangan heran saat shalat hari raya, dua buah mesjid di
kampungku penuh bahkan jamaahnya sampai ke halaman mesjid. Enaknya lagi, banyak
banget Tunjangan Hari Raya (THR), yang
aku dapat dari abang, paman, mamak, pak cik, pak lot, oom dan
tetangga-tetanggaku. Ya.., iyalah, mereka semua berprofesi sebagai pedagang. Inilah
saat yang aku tunggu-tunggu. Kaya mendadak saat lebaran tiba wahahahaha.
Ya.,
begitulah mata pencaharian kaum lelaki di kampungku, yaitu dengan cara
berdagang berjualan baju, sepatu dan lain-lain sebagainya. Entah ini sebuah
tradisi atau budaya, para laki-laki di kampungku lebih tertarik untuk berdagang
dibandingkan melanjutkan pendidikannya. Katanya sih, berdagang lebih cepat
menghasilkan dibandingkan harus kuliah berlama-lama? Bahkan para teman
laki-lakiku saat sekolah Madrasah Ibtidaya dulu, sekarang sudah menjadi
pedagang besar yang memiliki sebuah toko bahkan lebih. Selain itu kalau
berdagang juga tidak terlalu terikat dengan peraturan, karena kendalinya berada
di tangan sendiri.
Perofesi
Kaum Perempuan
![]() |
Pengrajin Sulam Benang Emas |
Lain
lagi dengan profesi kaum perempuan di kampungku, mereka tergolong kreatiflah
dibandingkan kaum perempuan yang berada di kampung lain. Eits., bukan memuji
kaum sendiri ya, tapi kenyataannya memang begitu koq! Coba aja pergi ke
kampungku kalau nggak percaya. Saat ini yang paling terkenal itu ialah
kerajianan kasab sulam benang emas. Hampir setiap rumah di kampungku, kaum
perempuannya berprofesi sebagai pengrajin benag emas.
Dari
yang muda sampai yang tua, bahkan kerjinan sulam emas ini diajarkan secara
turun temurun. Aku bisa menjahit benang emas ini sejak usia 8 tahun, kenapa
tidak, saat kecil aku sudah terbiasa melihat kakak dan ibuku melakukannya. Biasanya
orang-orang daerah lain datang ke kampungku untuk membeli kasab yang sudah
jadi, atau diupahkan membuat kasab dengan bahan-bahannya sudah disediakan
pembeli. 
Lanjut
ke tahun 2010-2012, trend bunga dari plastik kresek dan botol minuman
berkembang, semua kaum perempuan terutama ibu-ibu, sibuk membuat bunga ini.
Lagi dan lagi kerajinan ini tidak bertahan lama, karena kerajinan yang di buat
hanya untuk kepuasan sendiri. Pada tahun 2013-2014, trend membuat vas bunga
dari kotak rokok kembali melanda ibu-ibu di kampungku. Akan tetapi ini sudah
mulai di pasarkan melalui pameran. Alhamdulilah ada beberapa yang terjual
dengan harga sekitar 30-150 ribu. Sayangnya kerajinan ini kembali tutup lapak
karena keterbatasan pemasaran.
Sekarang
trend rajutpun sedang diminati banyak orang. Ibuku dan beberapa saudaranya juga
tidak mau tinggal diam. Mereka membuat kreasi tas rajut dari tali kur. Melihat
kegigihan dari kaum perempuan di kampngku, aku pun berinisiatif untuk membantunya
dengan memasarkan via online. Karena pasarnya bisa dijangkau kemanapun.Meskipun
aku bukan ahli ekonomi, marketing ataupun seorang pengrajin sejati, cieile...,
pengrajin sejati, heheh, hobby menulisku ini bisa sedikit membantu mereka dalam
mempromosikan barang-barang kerajianan yang dihasilkannya.
![]() |
Perkumpulan Pengrajin Kasab Air Sialang Hilir |
Saat
aku mengikuti salah satu seminar tentang marketing online, pesan yang sampai
kepadaku adalah “buatlah kata kuci untuk meningkatakan suatu produk, yaitu
dengan membuat branding”. Aku pun teringat oleh panggilan teman-temanku yang
sering memanggil namaku dengan sebutan Yell Saints, ini karena semua akun di
media onlineku bernama Yell Saints. Begitu juga dengan tulisan ku di blog yang
memnggunakan nama Yell Saints.
Lalu
aku diskusikanlah dengan Mr. Piyoh, salah seorang pemuda kreatif sekaligus
pengusaha sukes asal Sabang. Kece banget sih abang itu (meminjam bahasa dari
Tria, Founder Griya Schizofren Aceh). Melalui diskusiku itu, beliau
menyarankanku menulis untuk mempromosikan hasil karya dari kau perempuan di
desaku, baik melalui blog maupun media
online dan cetak. Kemudian branding produknya harus ditonjolkan lagi, katanya
sih kata Yell Saints itu sedikit menjual, hehehehe.
Benar
juga, saat aku search di Mr. Google, “Yell Saints”, banyak keluar tulisan-tulisanku.
Ya sudahlah.,, aku ganti aja namanya menjadi Yell Saints Collection. Walaupun
sebenarnya, bukan aku yang menghasilkan kerajinan itu tapi ibu-ibu yang ada di
kampungku. Tak apalah, karena mereka tidak peduli dengan nama itu dan apapun
merk dari produk yang dihasilkannya. Yang penting asal barang-barang mereka
laku dan menghasilkan uang, mereka sudah senang.
Inil
saatnya tugasku sebagai kaum perempuan yang berasal dari kampung pengrajin ini
mengenalkan kerajinan lokal yang dihasilkan oleh kaum perempuan. Bagiku tidak
ada hal yang lebih menyenangkan kecuali hoby yang berbayar. Meskipun
tulisan-tulisanku belumlah begitu terkenal dan juga belum menghasilkan uang.
Tapi aku sangat senang melakukannya, bahkan ini menjad hobi baru bagiku, yaitu
membantu orang lain dengan tulisan. Mengangkat kegiatan-kegiatan positif
melalui tulisan dan mengangkan golongan atau kaum yang kraetif ke permungkaan.
Inilah era baru yang akan mengubah dunia ini, membuat orang mengerti tentang kondisi
dan pekerjaan orang lain dengan cara menulisnya.
0 komentar:
Posting Komentar
setiap komentar anda_ kebahagiaan bagi saya_ silahkan tulis komentar anda dibawah ini !