Mencari Benang Merah Tamaddun Islam Aceh dan Malaysia
Abu Rahman Kaoy, dan Radzi Sapiee saat penyerahan buku Berpetualang ke Aceh karya Radzie Sapiee. Photo Doc Yell Saints |
Minggu
pagi biasanya aku ke Blangpadang untuk mengikuti senam jantung sehat. Tapi
minggu ini aku memutuskan untuk ikut kegiatan diskusi budaya yang diadakan di
Rumoh Cut Nyak Dien di Kampung Lam Pisang Kec. Peukan Bada, Kab. Aceh Besar.
Dalam
pikiranku acara tersebut hanyalah diskusi biasa yang membahas tentang
kebudayaan. Meskipun agak sedikit berat untuk menghadirinya, tapi aku
memutuskan untuk pergi karena tidak enak sama teman yang sudah janji duluan.
Sesampai
ke acara tersebut, aku melihat banyak wisatawan Malaysia lengkap dengan pakaian
melayu, dan pernak perniknya. Tidak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak.
Selain itu juga ada beberapa anak yang menggunakan pakaian adat Aceh, dengan
membawa rapai. Aku yakin mereka adalah para pemain rapai.
Para pemain rapai dari Aceh yang siap untuk tampil Photo Doc Yell Saints |
Tapi,
yang membuat aku gemas, ialah anak-anak yang menggunakan pakaian melayu dengan
bahasa Upin Ipin itu. Mereka sangat nyaman menggunakan pakaian adat seperti
itu.
Orang
dewasa, baik laki-laki maupun perempuan juga menggunakan pakaian Melayu. Hanya
aku, dan dua orang temanku yang menggunakan batik dalam acara itu. Aku merasa seperti tamu di rumah sediri, malu
rasanya salah kostum seperti ini.
Tapi
aku tidak mau meninggalkan tempat ini, meskipun terlihat asing diantara mereka aku tetap
berusaha ramah, dan PDKT alias pendekatan dengan mereka. Ternyata mereka ramah
banget, meskipun ada beberapa penggalan kata yang aku tidak mengerti maksudnya.
Pusenglah aku ni, ndak tahu apa yang
mereka cakap. Lol :D
Aku
terus mengikuti acara ini sampai selesai. Sungguh sangat menarik suasana
diskusi kali ini, terasa berada di zaman kesultanan. Betapa
tidak, kami diskusinya tepat di bawah rumah panggung Cut Nyak Dien, dengan
menggelar tikar duduk lesehan. Disekelilingnya ada orang-orang yang menggunakan
pakaian adat melayu, dan Aceh.
Suasana acara diskusi di bawah Rumoh Cut Nyak Dien Photo Doc Yell Saints |
Pembahasan di Majelis
Kegiatan
ini atau yang mereka sebut dengan majelelis mengangkat tema tentang “Muhibbah Tamaddun Islam Aceh-Malyasia”.
Acaranya dimulai dari pukul 09.30 wib sampai tengah hari, dan dilanjutkan
dengan makan siang, serta shalat dzuhur berjamaah.
Kegiatan HIKMAH yang ke 20 di Rumoh Cut Nyak Dien Photo Doc Yell Saints |
Diawal
acara dibuka dengan seremonial berupa sambutan dari pihak panitia, dan persembahan tarian Aceh, pembacaan puisi Cut
Nyak Dhien, hikayat Aceh, serta pergelaran mini silat Aceh.
Persembahan Tarian Rapai Photo Doc Yell Saints |
Selanjutnya
persentasi tentang sejarah Aceh-Malaysia yang disampiakan oleh Radzi Sapiee
yang merupakan Presiden HIKMAH Malaysia. Beliau menjelaskan tentang benang
merah antara Aceh dan Malaysia yang merupakan satu rumpun, yaitu rumpun melayu.
Beliau
juga memperlihatkan letak geografis Aceh, dan Malaysia dengan bantuan Google Map untuk menjelaskan persebaran
dunia islam di tanah Malaka, dan Aceh. Beliau menghubungkan antara Aceh, dan
Malaysia yang mempunyai banyak persamaan.
Persentasi dari presiden Hikmah Razie Sapiee Photo Doc Yell Saints |
Dalam pikiranku, sosoknya mirip sultan-sultan melayu. Dengan rambut panjang sebahu, menggunakan pakaian melayu, lengkap dengan topi pada bagian kepala, sungguh unik, dan menarik menurutku.
Begitu
juga dengan para audiensi yang menghadiri acara itu juga menggunakan pakaian
tersebut. Mereka berdiskusi dengan khidmat membahas tentang benang merah Aceh
dan Melayu.
Setelah
pemaparan beliau, selanjutnya ada 3 orang panelis muda Aceh yang mebahas
tentang Manuskrip Aceh oleh Herman Syah, M.Th.MA, Songket Aceh dari komunitas I
Love Songket Aceh oleh Azhar Ilyas, SE, dan Ragam Batu Nisan Aceh dari Masyarakat
Peduli Sejarah Aceh (MAPESA) oleh Mizwar.
Panelis muda Aceh photo Doc Yell Saints |
Sayangnya diantara tiga panelis itu satupun tidak menunjukkan identitas ke Acehannya dari segi pakaian. Meskipun itu bukan permasalahan sih, tapi jika ingin mengangkat tentang budaya, hendaknya kita membiasakan diri untuk mengenakan benda-benda yang melekat dengan budaya tersebut.
Benang Merah Tamaddun
Aceh-Malaysia
Kuliah Penggulung yang disampaikan oleh Abu Rahman Kaoy Photo Doc Yell Saints |
Diakhir
majelis ada kuliah penutup atau yang mereka sebut dengan kuliah penggulung yang
disampaikan oleh Abu Rahman Kaoy. Beliau adalah sosok pendakwah Aceh yang
kharismatik, dan sejarahwan Aceh yang juga merupakan mantan Dekan Fakultas
Dakwah IAIN Ar-Raniry.
Terbukti
dengan pembahasan beliau tentang Aceh
Pusat Tamaddun Islam di ASEAN, mampu menghipnotis para audien yang sedang
lapar menunggu waktu jam makan siang.
Dakwahnya
begitu berapi-api dalam menjelaskan sejarah Aceh yang sebenarnya, karena banyak
sejarah Aceh yang ditulis oleh orang-orang belanda namun salah, dan meyesatkan
tentang keberadaan Islam.
Beliau
menjelaskan bahwa Islam pertama kali datang dibawa oleh Said Maulana Abdul Aziz
Syah, yang merupakan keturunan Ali bin Abi Thalib pada tahun 225 H. Tepatnya
berada di Perlak.
Kedatangan
mereka awalnya hendak menuju negri China, namun ketika singgah di Perlak, dilihatlah
hutan, dan tanahnya yang begitu subur dan indah, sehingga mengurungkan niat
mereka untuk melanjutkan perjalanan ke China, dan tinggal di Perlak.
Masyarakat
Perlak yang awalnya beragama Hindu tertarik dengan kebiasaan, dan kehidupan
kafilah ini. Mereka sangat ramah, dan bersahabat, tidak hanya satu orang saja,
tapi semuanya seperti itu, dan perlakuannya sama meskipun dengan mereka
beragama Hindu.
Akhirnya
mereka masuk agama Islam secara beramai-ramai, dan kerajaan Islam pertama ialah
berada di Perlak. Selanjutnya Islam menyebar sampai ke daerah Pase sehingga
terbentuklah kerajaan islam kedua di Pase.
Singkat
cerita, berkat agama Islam yang bisa diterima oleh berbagai pihak dan kalangan,
terbentuklah 7 kerajaan Islam, yaitu Perlak, Pase, Tamiang, Pidie, Lingga,
Daya, dan Darussalam.
Sosok
laki-laki yang sudah sepuh ini terus becerita dengan semangat, meskipun usianya
sudah lanjut, gaya berceritanya mampu membangkitkan amarah, dan semangat kaum
muda.
Beliau
tidak ingin generasi sekarang buta terhadap sejarah, karena banyak sejarah Aceh
yang dimanupulasi oleh orang-orang yang pernah menjajah Aceh. Salah satunya
tentang permaisuiri Sultan Iskandar Muda.
Beliau
menyebutkan ada sebuah buku yang ditulis oleh orang Belanda, dan menjadi buku
acuan sehingga menjadi buku best seller di
seluruh dunia. Dalam buku itu menyebutkan bahwa Ratu Safiatuddin ialah
permaisurinya Sultan Iskandar Muda.
Ini
ialah jelas pembodohan, karena Ratu Safiatuddin adalah anak Sultan. Sedangkan
permaisurinya ialah Putri Kamaliah, atau yang biasa dikenal dengan Putroe Phang
yang berasal dari Negri Pahang Semananjung Malaya.
Anak
Sultan Iskandar Muda yaitu Ratu Safiatuddin kemudian nikah dengan Sultan
Iskandar Sani yang juga berasal dari Malaysia. Jadi cukup terlihat jelas benang
merah antara Aceh, dan Malaysia ini sebagai saudara satu bapak, dan ibu. Karena
leluhur kita berasal dari kedua negri tersebut.
Penyelenggara Majelis
Photo bersama dengan pihak panitia Aceh-Malaysia selepas acara Photo Doc Yell Saints |
Aku
banyak mendapatkan informasi tentang sejarah, dan budaya di majelis ini,
terlebih suasana keakraban sangat terjalin. Namun aku masih penasaran dengan
pihak penyelenggara acara ini, dan orang-orang yang bertindak dalam kegiatan
ini.
Lantas
aku menelusuri pihak panitia penyelenggara yang diketuai oleh Fadhlan Amini,
untuk mendapatkan penjelasan terkait event tersebut.
Rupanya
event ini merupakan event yang ke 20, berarti sudah banyak event lain yang
dilakukan sebelumnya di Malaysia. Dan di Aceh merupakan kali keduanya dari
agenda HIKMAH, setelah event yang ke 10 diadakan pada tahun 2014 di Rumoh Aceh.
HIKMAH
yang merupakan singkatan dari Himpunan Kedaulatan Melayu Akhir Zaman, adalah
kumpulan orang-orang pecinta sejarah, dan budaya Islam terkait negara-negara
Melayu.
Cek Nor Afidah Yusuf yang sedang memaparkan isi buku Berpetualang ke Aceh Photo Doc Yell Saints |
HIKMAH
ini mulanya terbentuk di tahun 2012, yang diketuai oleh Radzie Sappie alumni
University College of London, yang juga mantan dari wartawan The New Straits
Times. Tujuan
acara ini ialah sebagai media silaturahmi antar masyarakat melayu dalam dakwah
Islam. Mereka yang tergabung dalam komunitas ini ialah voluntering yang berasal
dari berbagai daerah dalam rumpun melayu.
Konsepnya
ialah mereka mengadakan mejelis atau pertemuan diberbagai daerah untuk membahas
seputar Tamaddun Islam, dan budaya melayu. Kegiatannya sharing tentang sejarah
dengan mendatangkan pakar sejarah, dan budaya dari daerah dimana tempat mereka
buat acara.
Seperti
kegiatan di Aceh ini misalnya, mereka menghadirkan para penggiat budaya, dan
sejarah Aceh untuk memperkenalkan budaya, dan sejarah kepada generasi muda, dan
para pengunjung yang datang.
Mereka
hijrah ke berbagai daerah untuk mensosialisasikan tentang hal ini, Dan yang
membuat unik ialah mereka menggunakan pakaian melayu kemanapun mereka pergi.
Mereka
sangat cinta dengan budaya mereka, dan mereka juga cinta Aceh yang merupakan
bagian dari keluarga mereka kata Kak Nor Afidah Yusuf, anggota HIKMAH dan juga
istri dari Mohd Fahrrulrazie, persiden HIKMAH.
Menurutku
kegiatan seperti ini sangat menarik, dan unik, bahkan di Aceh sendiri tidak ada
hal yang seperti ini. Mereka benar-benar ingin menunujukkan jati diri mereka
sebagi bangsa Melayu yang merupakan bangsa yang pernah berjaya pada masa lalu,
bahkan melebih bangsa barat.
Nah,
kenyataannya generasi sekarang tidak mengenal hal itu bahkan lebih bangga
mengikuti trend dan budaya bangsa barat. Padahal kita dari bangsa melayu
mempunyai budaya yang besar.
Oleh
karena itu, sudah sepatutnya kita sebagai generasi akhir zaman menghidupkan
kembali budaya melayu yang pernah gemilang.
Cek Nor Aidah Yusuf dengan Aku Yelli yang menggunakan batik :D Lol |
6 comments
Write commentsKita Harus Cinta dan Bangga pada Kebudayaan serta Nilai-Nilai Bangsa kita sebagai Jati Diri .... !!!
ReplyBenar sekali, kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi? Terima Kasuh sudah berkunjung!
ReplySetuju mbak.. Harus bangga dengan segara sendiri.. Setelah ada budaya indonesia yang dicuri negara lain baru dah berkoar2 kebakaran jenggot.. Kemaren2 kemana aja sih..
ReplyIya Mbak, kita tahunya marah2 aja kalau sudah di Claim sama orang, untuk melestarikannya sendiri kita lupa, malah cinta dan bangga dengan budaya luar.
Replyyang melestarikan budaya sudah jarang kita temukan padahal ini adalah aset negara yang harus tetap ada , kalo dari aceh saya paling suka dengan tari saman karena identik dengan nilai islam yang menekankan kebersamaan ,, semoga semuanya tetap lestari yah ,,,,
Replysaya jadi tahu ttg kedatangan Islam di tanah Aceh. Makasih sharing nya ya... :)
Reply