Memanusiakan Mahasiswa
Mungkin
sedikit aneh dengan judul artikel ini, kenapa harus memanusiakan mahasiswa?
bukankah sebelumnya memang sudah menjadi manusia? Kita sering mendengar bahwa
ilmu atau pendidiikan dapat memanusiakan manusia. Artinya dengan ilmu dan
pendidikan seseorang dapat diakui keberadaannya dan tentunya bermanfaat bagi
banyak orang. Salah satu tempat untuk mendapatkan ilmu tersebut ialah di
sekolah dan pada tingkat yang lebih tinggi di perguruan tinggi atau
universitas.
Namun
anehnya dunia pendidikan kita khususnya di Indonesia ada sebuah tradisi yang
harus dilewati oleh para siswa atau mahasiswa baru yang akan masuk ke dunia
pendidikan. Apalagi kalau bukan Orentasi Studi dan Pengenalan Kampus atau yang
biasa disingkat dengan OSPEK. Kegiatan ini tentunya sangat membantu para
pelajar untuk mengenal tempat pendidikan mereka. Sayangnya kegiatan ini sering
melenceng dari apa yang menjadi tujuan dari OSPEK, sehingga kegiatan ini
harusnya bersifat positif tapi beralih ke arah negatif yang banyak merugikan
para pelajar.
Kegiatan
OSPEK berubah fungsi ke ajang perpolocoaan dan lucu-lucuan bagi para senior,
dan tak jarang hal ini berujung pada penganiayaan. Hal ini tidak saja terjadi
di tingkat sekolah, tapi sampai ke tingkat universitas atau perguruan tinggi. Harusnya
sebagai seorang mahasiswa tidak perlu lagi menggunakan tradisi lama untuk
menyambut rekan barunya, karena perguruaan tinggi adalah wadah untuk
memanusiakan manusia, bukan untuk menjadikan mahasiswa baru sebagai ajang
perpeloncoaan yang menghilangkan atau menjatuhkan harkat dan martabatnya
sebagai manusia.
Berubah Fungsi
OSPEK merupakan kegiatan untuk memperkenalkan
kampus kepada mahasiswa baru yang melibatkan unsur pimpinan universitas,
fakultas, mahasiswa dan unsur-unsur lainnya yang terkait. Fungsinya
untuk memberikan pemahaman tentang aturan yang berlaku dikampus, sebagai
komunikasi antara civitas akademika dan pegawai administrasi kampus serta untuk
pengembangan intelektual, bakat, minat dan kepemimpinan bagi mahasiswa.
Akan Tetapi dalam pelaksanaannya banyak berubah
fungsi dari apa yang diharapkan. OSPEK menjadi suatu yang menakutkan bagi
mahasiwa baru, karena terdapat unsus-unsur yang kurang menyenangkan dalam
pelaksanaannya. Masih ingat kasus-kasus penganiayaan di OSPEK yang berujung
pada perenggutan korban jiwa? salah satunya kejadian tahun lalu yang terjadi di
Institut Teknologi Malang (ITN) yang mengakibatkan seorang mahasiswa baru
meninggal dunia.
Selain itu masih banyak kasus-kasus lain yang
menambah kelam dunia pendidikan akibat OSPEK atau apapun namanya, yang menyebabkan
traumatik bagi mahasiswa baru. Sehingga beberapa universitas telah menghapuskan
kegiatan ini, walaupun sebenarnya ada juga yang melaksanakannya di luar
tanggung jawab rektorat universitas dengan cara membawa mahasiswa baru ke suatu
tempat yang jauh dari perkampusan.
Kegiatan OSPEK seperti sebuah pisau bermata dua,
bermanfaat jika dilaksanakan sesuai aturan, namun berdampak buruk jika salah
penggunaanya. OSPEK yang sering kali kita lihat dan saya sendiri pernah
merasakannya lebih ke arah negatif dan kemubaziran. Syarat-syarat mengikuti OSPEK terkadang tidak
lazim, diharuskan menggunakan atribut seperti pakaian putih hitam, topi bundar,
kalung permen, kompeng bayi dan sejenisnya yang tidak ada hubungannya dengan
atribut kampus. Tentunya hal ini membutuhkan biaya yang seharusnya biaya tersebut
dapat digunakan untuk membeli buku atau keperluan perkuliahan.
Saat pelaksanaanya pun terkadang mengabaikan
nilai kemanusiaan dan lebih cendrung kearah penindasan. Dibentak, dicaci,
dimaki dan diperlakukan tidak manusiawi itu lah yang di dapat mahasiswa baru
tersebut yang katanya untuk membentuk jiwa kedisiplinan dan mental mereka.
Namun kenyataanya setelah OSPEK, masih banyak juga mahasiswa yang datang
terlambat keperkuliahan dan tidak mengikuti aturan kampus. Inikah yang namanya
pembentukan mental dan karakter disiplin?
Cara Baru
Inilah saatnya kita mencari cara baru untuk
mengubah tradisi lama yang sama sekali tidak mendatangkan manfaat. Mungkin cara
OSPEK selama ini menjadi sebuah kenangan manis setelah diterima menjadi bagian
dari mahasiswa, namun dibalik itu pasti ada rasa benci dan dendam sehingga
terjadilah siklus balas dendam untuk melakukan tindakan yang sama ke generasi
di bawah mereka. Bagaimana bisa memanusiakan mahasiswa jika masih ada unsur
kekuasaan dan penindasan masih ditradisikan?
Mungkin kita perlu melirik bentuk OSPEK yang
dilakukan oleh negara lain, Australia misalnya. Mereka menyebutnya dengan “o week” atau disebut juga pekan
orentasi. Kegiatannya lebih terfokus pada kegiatan yang mendukung perkuliahan
seperti cara menulis essai, makalah, menjadi anggota perpustakaan, mendapatkan
bacaan dan referensi bahan perkuliahan serta memperkenalkan kegiatan
esktrakurikeler lewat stand-stand yang mereka dirikan di masing-masing
cabangnya.
OSPEK di luar negri tidak memakai kekerasan dan
tidak diharuskan memakai atribut yang aneh-aneh seperti di Indonesia. Para
mahasiswanya diperlakukan secara manusiawi dan diterima dengan hormat. Mereka
dididik untuk menjadi peimimpin yang baik bukan untuk menjadi penindas bagi
yang lemah. Saat mereka diperlakukan dan diterima dengan baik, maka dengan
sendirinya mereka akan menghormati para senior yang ada di kampus mereka.
Sekaranglah waktunya para mahasiswa mengubah
mind set dan pola pemikiranya tentang pembentukan karakter displin. Bukan
menggunakan cara kekerasan seperti ala militer, tapi dengan menghargai harkat
dan martabat sebagai manusia dan memfasilitasi mahasiswa baru untuk mendaptkan
informasi tentang sekitar kampus. Ketika seorang mahasiswa diperlakukan secara
manusiawi, tidak perlu kita meneriakkan kepada mahasiwa tersebut untuk
menghormati seniornya, tapi kesadaran dari para jenior itulah muncul dengan
sendirinya. Hal inilah yang kita harpakan sehingga tidak ada yag merasa
terancam dan tidak ada yang merasa dikecam.