Selesai Kuliah Mau Kemana?
Sebanyak
1.892 lulusan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) diwisudakan pada hari rabu dan
kamis kemarin (27-28/8/2014). Mereka yang diwisudakan terdiri dari lulusan
pasca sarjana, pendidikan profesi, sarjana dan diploma. Jumlah ini hampir
selalu sama setiap kali periode wisuda. Unsyiah memiliki periode empat kali
wisuda dalam setahun, yaitu pada bulan Februari, Mei, Agustus dan November.
Ribuan mahasiswa setiap periodenya diluluskan dari universitas jantong hate
rakyat Aceh ini, namun apakah para lulusan itu sudah siap memberikan
kontribusinya untuk kemajuan di Aceh?
Mungkin
hal ini perlu dipertanyakan kemana para lulusan terbaik dari universitas
terbaik di Aceh ini? Predikat cumlaude (terpuji) tidak pernah absen di setiap
kali periode wisuda. Wisudawan yang lulus dengan predikat cumlude pada periode
ini sebanyak 197, dan ini merupakan jumlah terbanyak dalam sejarah wisuda Unsyiah.
Penghargaan tersebut diberikan bagi mahasiswa berprestasi yang memiliki Indeks
Prestasi Komulatif (IPK) di atas 35,5 dan menyelesaikan studinya tepat waktu
atau kurang dari waktu yang ditetapkan. Mereka adalah orang-orang yang dianggap
kompeten dalam menyelesaikan massa studinya, namun apa peran mereka setelah
mendapatkan gelar dan penghargaan tersebut untuk memajukan bumi Aceh ini?
Aceh
masih tertinggal jauh dalam bidang pendidikan karena masih banyak murid yang
kekurangan guru khususnya di daerah-derah terpencil, pembangunan di Aceh juga
masih terpusat di perkotaan. Masyarakat sulit mendapatkan pelayanan kesehatan karena
minimnya tenaga kesehatan, perekonomian masyarakat bergerak lamban dan hasil
pertaniannya belum bisa mencukupi kebutuhan hidup masyarakat karena harus
setiap hari diimpor dari propinsi tetangga yaitu Medan. Jadi kemana lulusan
terbaik nanggroe ini dalam mengatasi permasalahan masyarakat Aceh?
Seharusnya
ribuan lulusan dari berbagai universitas di Aceh mampu mengatasi permasalahan
ini, karena bertahun-tahun waktu yang dihabiskan untuk menimba ilmu di
perguruan tinggi, tentu akan menjadi harapan bagi masyarakat Aceh untuk membawa
sebuah perubahan. Sayangnya hanya sebagian kecil yang mau menggunakan
keilmuaannya untuk melakukan perubahan, baik itu dengan membuka peluang kerja
atau menekuni keilmuaanya sampai benar-benar mendatangkah hasil baginya dan
untuk masyarakat. Selebihnya banyak yang bingung dan galau dalam menghadapi
tantangan kedepan.
Pencari Kerja
Sebuah
kebanggaan bagi mahasiswa yang berhasil menyelasaikan studinya, namun terdapat
juga kegalau hati karena saat seorang mahasiswa dinyatakan lulus, jika dia
belum mempunyai pekerjaan di saat kuliah, saat itu pula gelar sebagai
pengangguran tersemat pada dirinya. Peluang kerja yang semakin sempit dapat
menambah stres para lulusan baru tersebut, sehingga banyak yang menjadi
pengangguran terdidik akibat minimnya skill
dan ketidaksiapan dalam menghadapi dunia kerja.
Hal
yang utama dilakukan para lulusan baru ialah mencari kerja bukan membuka
peluang usah, karena apa? Hal ini disebabkan oleh belum optimalnya pembelajaran
yang diterima diperguruan tinggi. Perkuliahan saat ini lebih berorentasi kepada
nilai yang bagus dan mampu menyelesaikan kuliah tepat waktu. Kita lebih sering
disuguhkan dengan teori-teori teks book yang
jauh berbeda dengan keadaan di lapangan. Harusnya mahasiswa juga di bekali
dengan ilmu enterprenership sehingga
bisa membuka lowongan kerja bagi masyarakat Aceh.
Sebenarnya
yang di butuhkan masyarakat saat ini ialah seorang teknisi, bukan akademisi
yang hanya bisa belajar teori. Sayangnya lulusan saat ini lebih banyak yang
memahami sekedar teorinya saja, sedangkan praktiknya sangat jarang di lakukan.
Sehingga ketika berhadapan dengan masalah yang ada di masyarakat, mereka pun
bingung untuk menyelesaikannya. Padahal masyarakat sangat berharap lulusan dari
universitas dapat menjadi change agent dan
dapat membawa ke arah perubahan yang lebih baik.
Apa yang dibutuhkan?
Bagi
saya pribadi, saya tidak bangga dengan banyaknya lulusan baru kalau setelah
keluar dari Unsyiah hanya bisa menjadi seorang pengangguran intelektual. Kalau
Unsyiah ingin menjadi jantong hate rakyat
Aceh dan kampus terbaik nusantara tentunya
juga diperhatikan lulusannya agar dapat berguna bagi rakyat Aceh, bukan untuk
menambah angka pengangguran di Aceh.
Harusnya
pihak rektorat memikirkan nasib lulusan dari Unsyiah, karena universitas yang
baik tentunya melahirkan para lulusan yang mampu menghadapi berbagai situasi di
masyarakat, terutama menjamin lulusannya tidak menjadi pengangguran. Jadi, apa
yang dibutuhkan untuk membuat Unsyiah ini menjadi universitas terbaik? Saya yang
seorang lulusan Unsyiah berharap setiap fakultas mempunyai wadah untuk
mempekerjakan lulusan dari fakultas tersebut ke sebuah instansi yang
didirikannya.
Misalnya
rumah sakit Prince Nayef Unsyiah, tentunya rumah sakit itu bisa menampung para
dokter dan perawat untuk bisa bekerja di tempat tersebut. Namun pengelolaan
yang kurang baik membuatnya masih belum bisa menjadi tempat bergantung
masyarakat yang membutuhkan pertolongan ketika sakit. Mengapa saya katakan
demikian? Pengalaman saya berobat ke tempat tersebut, sering tidak ada dokter
dan malah rumah sakit tersebut terlihat sepi. Sungguh sangat menyedihkan,
padahal setiap tahun Unsyiah mencetak ratusan dokter dan perawat yang lulus
dari Fakultas kedokteran dan keperawatan, tapi kenapa dokter di rumah sakit
Prince Nayef Unsyiah sering tidak ada?
Begitu
juga dengan pengelolaan lainnya, kenapa Unsyiah tidak membuat lahan
pertanian yang hasil tanamanannya
dijadikan pemasok utama bagi pasar-pasar yang ada di Aceh. Unsyiah harusnya
membuka peluang usaha di bidang supermarket, kursus belajar untuk semua
tingkatan, klinik konseling bagi yang mengalami gangguan mental, klinik
stimulasi anak untuk merangsang tumbuh kembang anak, penyedian jasa desain
bangunan, jasa pengacara, jasa desain baju dan lainnya. Dan semuanya ini
berasal dari keilmuan yang ada di Unsyiah, sehingga para lulusan unsyiah tidak kebingungan
lagi mau kemana selesai kuliah.