Keluarga Griya Schizofren Aceh
Oleh
Yell Saints
"GS Aceh ; Bekerja Karena Hati, Bukan Karena Gaji"
Kunjungan ke dua Griya Schizofren Aceh |
Masih
terlalu singkat disebut sebuah keluarga, kalau kebersamaan baru dilalui selama
dua bulan. Waktu 2 bulan tersebut cukup bagiku ketika menemukan orang-orang
se-visi dan se-ide dengan kita. Seiring berjalannya waktu kebersamaan terpupuk
di dalam sebuah keluarga yang menamai diri mereka sebagai Griya Schizofren (GS)
Aceh.
Aku
tidak menyangka hanya dalam waktu dua bulan, bisa membuat berbagai kegiatan
kecil dan besar tanpa didanai oleh sponsor atau instansi mana pun. Kalaulah
sebelumnya tertanam mindset bahwa kalau tidak ada uang, maka kegiatan tidak
akan jalan. Namun teori tersebut terbantahkan oleh semangat para pemuda. Begitu
juga perencanaan dalam sebuah kegiatan, kalaulah tidak ada sistematis atau prosedur
yang terinci, kegiatan juga tidak jalan. Sekali lagi berkat semangat dan jiwa
sosial yang tinggi, para pemuda ini mampu membuktikan mereka bisa melakukannya.
Bangsa ini merdeka karena semangat juang pemuda, atas dasar inilah kami
bertindak untuk mealkukannya.
Awalnya
aku tidak mengetahui bagaimana konsep dari komunitas ini dan kemana arahnya. Dua
orang yang ku sebut founder GS Aceh, ku ajak datang berkunjung ke Rumah Sakit
Jiwa (RSJ). Mungkin karena mereka merasa tidak enak menolak ajakan ku itu,
mereka ikut bersamaku. Tapi aku tau, mereka sebenarnya merasa takut dan was-was
terhadap orang-orang yang berada di dalam sana. Sampai-sampai salah satu teman
ku itu, searching di Google tentang hal-hal yang harus diperhatikan saat
berkunjung ke RSJ.
Aku
cukup salut dengan usahanya, karena itu juga penting untuk menjaga diri dari
sesuatu yang sebenarnya asing baginya. Namun sayang, mesin pencarinya tidak
menemukan keyword yang dimasukkan.
Kemudian akupun menjelaskan kepada mereka tentag hal-hal yang harus
diperhatikan saat mereka nanti bertemu dengan pasien jiwa.
Pada
mulanya mereka mempresepsikan bahwa Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ),
menakutkan, memukul dan bahkan tidak bisa diajak bicara. Pemikiran tersebut
seketika terbantahkan saat mereka bertemu langsung dengan pasien jiwanya. Dua
orang yang aku ajak saat itu, menceritakan pengalamannya ke teman-teman, hingga
pada kunjungan ke dua lebih banyak yang ikut ke RSJ, lantaran penasaran.
Kegiatan
yang dilakukan awalnya hanya perkenalan, main games, bernyanyi dan sebagainya.
Ternyata kegiatan itu membuat mereka senang, bukan hanya pasien jiwanya tapi
juga teman-teman yang diajak saat berkunjung. Terbesik lah ide untuk membuat
kegiatan rutin untuk memperkuat komunitas ini. Karena kita tau banyak komunitas
di luar sana yang memberikan perhatian kepada satu kalangan sperti, pemerhatai
anak, peendidikan, orang miskin, perempuan dan sebagainya. Tidak ada yang
peduli terhadap mereka yang ada di balik jeruji besi tua di RSJ sana. Oleh
karena itulah, kami merasa perlu adanya komunitas yang memperhatikan mereka,
sehingga lima orang pemuda merumuskan konsep kegiatan GS Aceh ini.
Seiring
dengan berjalannya waktu, kami mencari anggota lain untuk membantu kegiatan
ini. Selain itu kamipun mencari dukungan dari berbagai pihak untuk
mempertahankan komunitas ini. Kemana-kemana topik pembicaraannya tidak lepas
dari ODGJ. Sehingga ada yang menamai kami komunitas pencinta orang gila. Bagi
saya tidak masalah, anjing menggonggong kafilah berlalu, anggap saja begitu.
Kegiatan
kami mulai dipertanyakan dikalangan pihak bekerja di RSJ. Wajarlah setiap
kedatangan kami selalu bikin heboh dan ditanyakan pasien karena kegiatan yang
kami buat menarik. Sedangkan kami tidak mempunyai surat izin kegiatan, bagiku
saat semangat itu muncul lakukan saja sesuai apa yang diperintahkan otak kanan.
Tidak seribet otak kiri yang serba sistematis.
Akan
tetapi, pihak rumah sakit mana mau dia seperti itu. Yang instansi pemerintahan
harus ada surat menyurat atau perizinan. Urusannya itu ribet banget, mulai dari
mempersiapkan surat, menunggu panggilan, audiensi dan bla bla bla., ini itu
harus dipersiapkan. Padahal kami sudah jalan selama lima minggu dan harus
ditunda dulu kegiatan selama dua minggu untuk mengurus perizinan. Baik sih
tujuannya untuk mengantispasi keadaan yang tidak memungkinkan. Tapi, terkadang
menghabiskan banyak waktu, ya., begitulah kalau terlibat dengan orang-orang
tua.
Semnagat
para anggota GS Aceh sudah mulai terbentuk. Mereka bersama-sama mendoakan
perizinannya cepat selesai dan bisa melakukan kegiatan lagi. Ternyata di
ruangan tempat kami melakukan kegiatan, kedatangan kami selalu diharpkan. Senang
rasanya saat pergi ke RSJ, disambut oleh mereka. Namun saat aku mengatakan
kegiatan kami dihentikan selama beberapa saat, karena perizinan yang belum
selesai, ada sedikit kesedihan tampak di raut di wajah mereka. Namun yang
salautnya aku, mereka ikut mendoakan perizinannya dimudahkan dan kami bisa
kembali lagi melakukan kegiatan.
Tepat
tanggal 31 Mei 2015, kami melakukan hari kreativitas di RSJ. Dengan mengangkat
tema “Menghias Kaligrafi dari Pasir”. Hasil karya mereka luar biasa menabjubkan,
dan kami akan memamerkan saat acara seminar kesehatan jiwa di tanggal 10 Juni
mendatang. Persiapan selama seminar hanya berlangsung selama satu minggu. Semua
bahu membahu membantu menyukseskan acara ini. Padahal tidak ada satupun yang
mensponsori kegiatan seminar ini.
Pernah
kami meminta propsal ke dinas sosial, tapi apa yang kami terima..? hanya
kata-kata yang membuat kami kesal. “Masak biaya pulsa saja dimasukkan ke
proposal? Berkorban sedikitlah, kalian kan pekerja sosial, masak nggak mau
mengeluarkan duitnya?” kesal sih, saat beliau mengatakan seperti itu, tapi ya
mau gimana lagi. Seorang temanku mengatakan begini pak “Bapak kan kerja di
dinas sosial? Kenapa harus digaji, bukankah ini kerjaan sosia?” begitulah
kira-kira. Akhirrnya kami pulang dengan tangan kosong, kedepan nanti kami tidak
akan meminta lagi dan membuktikan baha pemuda itu bisa.
Akhirnya
kami membuat kegiatan seminar dari uang belanja yang kami sisihkan dari
pemberian orang tua. Mayoritas anggota GS Aceh adalah mahasiswa, tentu keuangan
mereka ditanggung oleh orang tua. Di Sinilah aku melihat jiwa-jiwa sosial
tertanam di diri para pemuda ini. Tanpa harus diminta, mereka mau sendiri
mengajukan diri untuk menanggung ini dan itu, hingga terlaksanalah kegiatan
ini. Padahal kalau dipikir-pikir, untuk apa semua ini, waktu habis, tenaga
terkuras, pikiran capek apa lagi saat itu musim final. Namun sekali lagi berkat
jiwa kemanusiaan dan sosial mereka semua terlewati dengan sukses.
Di
saat kegiatan seminar berlangsung para penitiapun juga berganti-gantian untuk
mengurus acara, karena lantaran harus beradu dengan final. Alhamdulillah semua
itu bisa terlaksankan dengan baik. Bahkan kami membuat kegiatan ini tanpa
dipungut biaya bagi peserta, dan yang awalnya tidak ada makanan tapi saat
hari-H tersedia makanan ala kadarnya di atas meja peserta. Bayangkan coba,
darimana semua itu?
Panitia Seminar Kesehatan Jiwa "Bersahabat dengan ODGJ" |
Itulah
semangat para relawan muda yang mau berkorban untuk orang-orang yang tidak
diperhatikan banyak orang. Kami juga berhasil membawa dua orang pasien binaan
GS Aceh, ke acara seminar dan menjadi pembicara/narasumber saat seminar. Begitu
juga yang membacakan ayat suci Al-uran dari pasien binaan GS Aceh. Sungguh luar
biasa prestasi yang dicapai selam dua bulan ini. Waktu dau bulan telah membuat
para anggota GS Aceh menjadi sebuah keluarga. Selamat bagi angkatan pertama GS
Aceh, kalian sungguh luar biasa. Sampai ketemu di angkatan kedua.