Bencana Dan Kearifan Lokal
Ilustrasi "Tsunami/Smong |
Sepuluh
tahun yang lalu bencana maha dahsyat yaitu tsunami telah menghancurkan Aceh.
Tsunami yang terjadi pada tahun 2004 membuat semua orang tercengang dan tidak
menyangka begitu besar dampak yang ditimbulkannya. Sesaat sebelum tsunami
masyarakat Aceh tidak pernah mengetahui bahwa setelah gempa besar akan disusul
oleh gelombang besar yang akan menuju pantai. Sehingga banyak yang pergi ke
pantai untuk melihat surutnya air laut dan memilih ikan yang mati
bergelimpangan.
Masyarakat
Aceh tidak mengetahui bahwa mereka sedang dihadapkan oleh bencana besar, karena
kejadian seperti ini belum pernah ditemukan sebelumnya dan masyarakat tidak
pernah mengenal fenomena seperti ini. Ketidaktahuan masyarakat tentang bencana
tsunami telah memakan banyak korban jiwa. Sekitar 200.000 orang meninggal dunia
dan 37.000 hilang pada saat tsunami 2004. Seharusnya korban sebanyak ini tidak
akan terjadi jika masyarakat Aceh mengetahui tentang tsunami.
Aceh
sebelum tsunami memang sangat tertutup dari negara luar akibat konflik
bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Republik Indonesia. Konflik
tersebut membuat Aceh menjadi daerah yang terisolir dan informasipun sangat
sulit untuk didapatkan. Padahal dibelahan bumi lain yaitu Jepang sudah pernah
mengalami tsunami bahkan berkali-kali sebelum kejadian tsunami 2004, namun
masyarakat Aceh tidak pernah mengetahui kejadian tersebut.
Saat
kejadian tsunami 2004, masyarakat tidak menyangka bahwa air laut bisa
menghancurkan hampir sebagian daratan Aceh. Kebingungan, panik, stres bahkan
ada yang depresi saat meangalami langsung kejadian maha dahsyat tersebut.
Bahkan karena ketidaktahuan mereka tentang bencana, ada yang kembali lagi ke
rumah mereka untuk menyelamatkan harta bendanya dan akhirnya mereka
ditenggelamkan oleh gelombang tsunami yang kedua.
Sungguh
disayangkan ketidaktahuan tentang bencana telah meneggelamkan banyak jiwa. Beda
halnya dengan masyarakat Simeulue yang sebelumnya telah mengetahui tsunami
dengan istilah smong, dari cerita
yang disampaikan secara turun temurun. Sehingga saat kejadian tsunami 2004,
seusai gempa besar mereka berlarian menuju tempat yang lebih tinggi untuk
menyelamatkan diri dari smong. Dampak
bencana pun dapat dihindari, dari total populasi kurang lebih 78.000 orang di
pulau Simeulue hanya mengakibatkan 7 orang korban meninggal. Padahal sekitar
95% penduduknya menempati daerah pesisir yang dekat dengan pusat gempa.
Pengetahuan Bencana
Pengetahuan
tentang bencana sangat penting untuk diajarkan kepada masyarakat. Apalagi Aceh
merupakan daerah yang sangat rawan terhadap bencana. Bukan saja gempa dan
stunami, tapi bencana lain seperti banjir, longsor, angin topan juga sering terjadi.
Seperti akhir-akhir ini banjir telah menggenangi beberapa wilayah yang ada di
Aceh. Pengetahuan bencana berguna untuk mencegah jatuhnya korban jiwa dan
membuat masyarakat tanggap terhadap bencana dengan mengenali tanda dan gejala
bencana.
Tanda
dan gejala itu dapat berupa keadaan alam sekitarnya maupun dilihat dari tingkah
laku binatang. Misalnya masyarakat yang tinggal di daerah pantai hendaknya
mengetahui tanda-tanda yang muncul sebelum terjadinya tsunami. Surutnya
permukaan air laut dan banyaknya ikan yang mati setelah terjadinya gempa besar,
pertanda bahwa kemungkinan terjadinya tsunami. Masyarakat diharuskan untuk
segera menjauh dari pantai, karena biasanya tsunami akan datang setelah 15-20
menit. Begitu juga dengan kejadian banjir bandang, jika terlihat keganjilan
seperti terjadinya hujan lebat namun air sungai tidak meluap tapi malah surut,
ini pertanda akan terjadi banjir besar. Karena hujan lebat yang terjadi di hulu
sungai mengakibatkaan longsor pada pegunungan yang miring, sehingga membendung
aliran sungai. Saat bendungan tersebut tidak mampu menahan debit air, maka
tanggulpun jebol yang mengakibatkan terjadinya banjir besar secara tiba-tiba.
Pengetahuan
bencana seperti yang dijelaskan diatas sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu.
Mereka mengenal tanda dan gejala bencana dari melihat keadaan alam sekitar,
namun sayangnya sekarang sering tidak dipercayai dan bahkan dianggap mitos
belaka. Padahal apa yang telah dilakukan dahulu dapat mengurangi dampak
bencana. Hal ini terbukti dari penggunaan kata smong pada masyarakat Simeulu yang telah menyelamatkan mereka dari
bencana besar tsunami 2004. Kata smong tersebut
telah menjadi kearifan lokal yang dijaga secara turun temurun oleh masayarakat
Simeulu.
Kearifan Lokal
Kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan
pengetahuan yang berujud aktivitas, untuk menjawab permasalahan dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat setempat (Hermana, 2006). Kata smong menjadi sebuah kearifan lokal masyarakat semeulue dalam
mengenal tanda dan gejala tsunami.
Dengan menyebut kata “smong”, mereka sudah mengerti bahwa akan terjadi banjir besar yang
datang dari laut dan merekapun segera menuju pegunungan dengan membawa bekal
yang cukup. Sehingga dampak bencana dari kejadian itu tidak terlalu berimbas
kepada masyarakat.
Konsep
kearifan lokal masyarakat Pulau Simeulue, berasal dari pengamatan mereka terhadap
gejala yang terjadi di alam. Ini merupakan salah satu jenis dari keraifan lokal
yang terdapat di Pualau Simeulue. Kearifan lokal ini, hendaknya harus tetap
dijaga dan terus dikenalkan kepada generasi berikutnya, sehingga saat terjadi
bencana di masa depan, merekapun siap menghadapinya.
Beberapa
barang bukti dari kejadian tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu, seperti Museum
Tsunami, Kapal PLTD Apung, Tugu Tsunami dan Kuburan Masal, menjadi sebuah
kearifan lokal bagi anak cucu kita di masa depan. Jangan sampai peninggalan
tersebut hanya sekedar menjadi barang tontonan saja, tapi juga bisa menjelaskan
kejadian yang pernah terjadi dibalik peninggalan tersebut. Usaha menjaga
kearifan lokal dan mengenalkan barang peninggalan tsunami ini dapat diupayakan
untuk menambah pengetahuan tentang bencana sehingga generasi ke depan bisa
hidup damai dengan bencana.