Geliat Literasi di Hulu Sungai Kluet Aceh Selatan

Sabtu, Maret 16, 2019 12 Comments A+ a-

Kelas membaca dasar yang dibuat di pondok tepi sawah warga. (Foto Ikhsan)

Sudah sangat lama Dusun Sarah Baru, Gampong Alur Kejruen, Kluet Tengah (Menggamat) di pedalaman Aceh Selatan tidak memiliki perpustakaan desa atau taman baca masyarakat (TBM). Maklum, letak gampong  ini terisolasi. Lalu kekosongan forum literasi di daerah penghasil pala ini diisi oleh para relawan guru impian dari Rumah Relawan Remaja (3R).

Tidak tanggung-tanggung, mereka menyasar daerah pelosok dan terkucil ini, Gampong Alur Kejruen. Kedatangan relawan 3R ke daerah bekas konflik ini bagai kilauan cahaya emas yang membuka cakrawala anak-anak di gampong tersebut, yaitu melalui sekolah alternatif yang bernama Pustaka Kampung Impian. 

Program yang berlangsung selama satu bulan ini dilakukan oleh para guru impian. Mereka mengajarkan anak-anak membaca dan menulis. Kehadiran buku bacaan bagaikan emas bagi anak-anak di Sarah Baru. Mereka sangat antusias dan bersemangat menggali informasi dari buku-buku yang dibawa oleh para relawan ini, sama halnya dengan semangat orang-orang yang menggali emas di hutan Menggamat, daerah yang dulunya merupakan basis GAM.

Tak adanya gerakan literasi di Aceh Selatan membuat daerah ini sangat jauh dengan yang namanya buku. Jangankan di pelosok, di kota saja tidak ada satu forum pun yang fokus untuk mengembangkan literasi. Saya sempat menanyakan ke beberapa grup whats app kumpulan orang Aceh Selatan, tapi tidak satu pun yang mengetahui adanya forum atau komunitas yang bergerak di bidang literasi di kabupaten ini. Jadi, wajarlah ketika para guru impian dari 3R ini datang membawa sejumlah buku dan mengajar di Sarah Baru, mereka diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat hulu Sungai Kluet. 


****
Transportasi yang digunakan menuju Gampong Alur Kejruen, Sarah Baru, Kluet Utara, Aceh Selatan

Kedatangan saya ke Sarah Baru tidak lain untuk melihat geliat literasi di Aceh Selatan. Walau hanya satu-satunya, paling tidak daerah ini mulai terjamah tangan literasi. Saya harus bersabar duduk di sampan motor yang mereka sebut 'stempel' selama tiga jam. 



Inilah satu-satunya alat transportasi air yang digunakan untuk menuju Gampong Alur Kejruen, Dusun Sarah Baru, Kluet Tengah, Aceh Selatan. Sebelumnya, saya dari Tapaktuan harus menempuh jarak sekitar satu jam setengah untuk tiba di tepi sungai Lawe Melang, Kluet Tengah. Melalui sungai inilah saya dan dua rekan saya serta pengemudi sampan bermesin robin harus mengarunginya tanpa menggunakan pelampung.

Dermaga Sarah Baru
Setiba di Dermaga Sarah Baru, saya disambut oleh pemandangan hijaunya hutan yang menakjubkan. Dermaga itu tidak terlalu besar, cukuplah untuk menyandarkan beberapa 'stempel' yang ukurannya pas-pasan badan. Di belakang dermaga terdapat rumah adat Kluet yang baru dibangun menggunakan kayu. Bahan bangunan tersebut sama halnya dengan kebanyakan rumah warga, termasuk rumah tempat tinggal guru impian yang dijadikan sebagai Pustaka Kampung Impian.

Saya sangat beruntung datang saat itu, 5 Januari 2019, karena para guru impian dan anak-anak didikannya sedang mempersiapkan acara untuk Pentas Seni Sarah Baru. Mereka begitu asyiknya melukis spanduk yang akan ditempelkan pada malam pentas seni. Tidak butuh waktu lama untuk bisa akrab dengan mereka, justru kedatangan saya menambah kebahagiaan baru bagi mereka. 


Suasana di Pustaka Kampung Impian Sarah Baru, Aceh Selatan. (Foto Ikhsan)

Saya dikerumuni anak-anak dari berbagai umur, bahkan ada yang badannya lebih besar dari saya. Mereka menanyakan beberapa hal mengenai diri saya, begitu pula sebaliknya dan kami merasa seperti satu keluarga yang sudah lama tidak berjumpa. Rupanya tempat ini dijadikan sekretariat untuk anak-anak berkumpul, membaca, belajar, berkarya, dan bermain sehingga tempat tersebut selalu ramai dikunjungi anak-anak.

“Sepulang sekolah, anak-anak ini datang kemari untuk belajar bahkan anak tingkat SMP pun juga kemari dan bergabung bersama kami. Satu hal yang membuat saya senang dan tidak saya temukan di tempat lain yaitu anak-anak SMP nya juga ikut terlibat dalam program yang kami buat. Di tempat lain, biasanya mereka sudah merasa malu ikut kegiatan yang kami buat, tapi justru di sini anak SMP yang paling ramai ikut belajar,” ujar Fitri salah satu relawan guru impian.

Pentas Seni Hiburan di Sarah Baru

Malam pentas seni di Sarah Baru

Berbeda halnya dengan daerah perkotaan yang banyak menyediakan berbagai hiburan berupa pentas seni, Sarah Baru masih awam dengan pertunjukkan seni sehingga saat acara pentas seni dihadirkan di kampung hulu Sungai Kluet, antusias warga sangat tinggi untuk menyaksikan pentas seni. Hampir seluruh masyarakat Alur Kejruen hadir untuk melihat penampilan seni yang ditampilkan oleh anak-anak mereka.

Dengan panggung seadanya yang didekorasi dengan kasab sulam benang emas, anak-anak ini tampil membawakan beberapa tarian khas Aceh. Para penonton yang terdiri atas kaum ibu, perangkat desa, dan para pemuda, duduk bersama beralaskan tikar menyaksikan pertunjukkan pentas seni. Saya merasa kembali ke puluhan tahun silam saat pentas seni menjadi hiburan yang sangat disukai masyarakat sebelum arus teknologi berupa televisi dan internet datang secara global.

Adanya acara pentas seni, cukup menghibur warga Sarah Baru karena daerah ini belum ada jaringan telkomunikasi. Tidak ada yang sibuk dan lalai dengan gadgetnya masing-masing, jangankan untuk mencari hiburan melalui internet, sekadar untuk menelpon saja tidak ada signal. Maka, wajarlah kehadiran pentas seni di Sarah Baru sangat disukai semua kalangan, apalagi yang tampil adalah anak-anak mereka.

Pertunjukan seni oleh anak-anak Sarah Baru tidak lain bagian dari program Pustaka Impian. Terdapat kelas seni yang mengajarkan anak-anak untuk terampil menarikan tarian khas tradisional Aceh. Mereka berlatih di sela-sela waktu dari kelas lainnya untuk bisa ditampilkan di malam acara pentas seni.

“Kami memberikan kesempatan kepada anak-anak yang ada di desa untuk menampilkan bakat seninya melalui pentas seni. Anak-anak yang ada di desa tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang tinggal di perkotaan, hanya saja di kota banyak fasilitas yang mendukung kreativitas mereka. Oleh karena itu, dengan adanya pentas seni ini kami ingin memberitahukan kepada bapak/ibu bahwa anak-anaknya mampu,” ujar Nanda koordinator guru impian saat menyampaikan sambutannya di malam pentas seni tersebut.

Pustaka Kampung Impian

Suasana belajar di Pustaka Kampung Impian.
(Foto : Ikhsan)

Selain kegiatan seni, ada kegiatan utama dari Pustaka Kampung Impian yang sangat erat kaitannya dengan dunia literasi. Di sini terdapat tiga kelas yaitu kelas membaca dasar, membaca lanjut, dan menulis. Mereka dikelompokkan ke kelas masing-masing sesuai kemampuannya saat di tes.

Kelas membaca dasar diperuntukkan kepada anak-anak yang tidak mengetahui huruf sama sekali. Mereka yang belajar di kelas ini akan diperkenalkan huruf abjad sampai akhir. Targetnya minimal anak mengetahui huruf dan dapat mengeja kata. Kelas membaca lanjut untuk anak-anak yang sudah mengenal huruf, tapi belum lancar membaca. Targetnya mereka bisa lancar membaca minimal satu kalimat walaupun masih terbata-bata.

Sedangkan kelas menulis adalah untuk mereka yang sudah lancar membaca dan diarahkan untuk membuat karangan berupa cerita, puisi, dan dongeng. Anak-anak yang belajar di kelas tersebut tidak dibatasi umur, tapi sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki dan hasil pada saat tes.

“Bahkan ada yang sudah duduk di kelas lima SD tapi tidak mengenal huruf sama sekali. Jadi, kami menempatkannya di kelas membaca dasar. Padahal seusia dia harusnya sudah masuk ke kelas menulis seperti kebanyakan daerah lain yang kami temui, tapi di sini kami temukan anak yang sudah duduk di kelas lima SD, tapi tidak tahu huruf. Sempat heran juga kenapa dia bisa naik kelas dan duduk di kelas lima SD? Hal ini mungkin karena guru yang mengajar di SD tersebut hanya dua orang,” ujar Nanda.

Namun, semangat belajar anak-anak di Sarah Baru sungguh luar biasa. Ada sekitar 50 orang anak yang terdaftar belajar di Kampung Pustaka Impian, semua itu dibagi ke dalam tiga kelas membaca dasar, lanjut, dan menulis. 


Kebahagian anak-anak belajar di Pustaka Kampung Impian. (Foto : Ikhsan)

Sepulang sekolah, mereka datang ke rumah Kampung Pustaka Impian untuk belajar sesuai kelas yang mereka ikuti. Tiga puluh menit sebelum kelas dimulai, mereka diwajibkan untuk membaca buku-buku yang disediakan oleh Pustaka Kampung Impian. Barulah pada pukul 14.00 WIB, mereka belajar dengan guru impian yang telah ditunjuk pada masing-masing kelas.

Uniknya di kelas Pustaka Kampung Impian ini mereka belajar di ruang terbuka seperti di bawah pohon, di pinggir sawah atau sungai, dan di mana pun tempat yang memungkinkan anak-anak bisa belajar. Sistem belajarnya pun juga tidak terlalu kaku seperti kelas di sekolah formal. Mereka dibebaskan untuk berekspresi dan berkreasi di alam bebas tanpa mengesampingkan tujuan belajarnya. Terbukti dengan cara seperti ini anak-anak lebih aktif dan mudah menerima pelajaran yang disampaikan.

Selain itu, juga terdapat kelas prakarya dan seni yang boleh diikuti oleh setiap anak. Tujuannya agar hasil karya anak-anak bisa dipamerkan pada acara pameran Pustaka Kampung Impian. Begitu juga saat acara pentas seni, anak-anak bisa tampil menunjukkan bakat seninya. Mereka juga diajak untuk menjelajah kampung mereka yang kemudian di setiap pos akan ada guru impian menjelaskan tentang keindahan kampung mereka. Termasuk tentang sumber daya alam yang dimiliki oleh Sarah Baru supaya anak-anak mencintai dan menjaga kampung mereka.

Para guru impian juga menampilkan video dan drama yang dilakoni mereka kepada anak-anak tersebut. Kemudian anak-anak tersebut mengambil kesimpulan dari apa yang dilihatnya dan dituangkan dalam bentuk tulisan atau gambar sesuai dengan kategori kelas mereka. 


“Kita mengajarkan anak-anak di sini untuk bisa memahami dari apa yang mereka lihat. Paling tidak mereka tahu tentang apa yang mereka lihat sehingga mereka bisa belajar menyaring informasi,” lanjut Nanda yang sudah tiga tahun menjadi relawan guru impian.

Di desa yang jauh dari hiruk-pikuk perkotaan dan arus teknologi ini, rupaya terdapat gerakan literasi yang tengah bergeliat membangun semangat anak-anak di Sarah Baru. Saya begitu terharu dan bangga dengan mereka yang mau belajar bersama guru impian. Kehadiran para guru ini bagaikan mimpi bagi mereka karena selama ini mereka masih jauh dari merasakan nikmatnya sebuah pendidikan.


Lagi-lagi tidak menggunakan pelampung

Kepulangan saya di antar sampai ke dermaga oleh anak-anak dan beberapa masyarakat, termasuk tuha peutnya. Padahal saya hanya satu malam datang kemari untuk melihat geliat literasi di hulu Sungai Kluet, Aceh Selatan ini. Namun, mereka seperti melepaskan keluarganya yang hendak pergi jauh dan entah kapan kembali. Mereka melambaikan tangan saat 'stempel' membawa saya, dan teman-teman kembali menyusuri Sungai Kluet lagi-lagi tanpa pelampung.


Artikel ini pernah diterbitkan di Tabloid Iqra oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Nomor 1 edisi 1, Februari 2019.

12 comments

Write comments
16 Maret, 2019 23:20 delete

Seru ya mbak aktivitasnya, semoga menjadi kegiatan yang rutin untuk dilakukan

Reply
avatar
17 Maret, 2019 00:42 delete

Iya, insyaallah mereka rutin melakukannya. Saya kebetulan cuma meliput kegiatan mereka waktu tu.

Reply
avatar
17 Maret, 2019 18:45 delete

Ya ampun, ngeliat foto-foto di sawah bikin kangen banget. Di Jakarta sini udah mumet banget, kiri kanan isinya gedung-gedung bertingkat, mall, juga kendaraan.

Reply
avatar
yustisia
AUTHOR
17 Maret, 2019 21:37 delete

Indah sekali ceritanya kak. semoga guru impian selalu semangat mengenalkan literasi di pelosok desa di Indonesia

Reply
avatar
Bai Ruindra
AUTHOR
18 Maret, 2019 03:14 delete

Pengalaman yang keren dengan tempat yang menjadi kenangan suatu saat nanti. Semangat anak-anak di sana menjadi sebuah inspirasi untuk terus berbagi kebaikan.

Reply
avatar
18 Maret, 2019 06:32 delete

Iya mbak, di tempat kami (Aceh) masih banyak tempat yang seperti ini. 😊

Reply
avatar
18 Maret, 2019 06:33 delete

Amin, mohon doanya untuk mereka agar mampu menjalankan tugas sampai selesai.

Reply
avatar
18 Maret, 2019 06:34 delete

Iya bang, kalau abang diajak kemari, sanggup nggak naik stempel sampai tiga jam? 😁

Reply
avatar
Kartikanofi
AUTHOR
21 Maret, 2019 06:04 delete

Pengalaman yang bener bener menginspirasi, menuju ke sana aja butuh perjuangan nyebrang sungai tanpa pelampung.

Semoga sehat selalu, Mbak. Salam buat anak anak Sarah Baru.

Reply
avatar
22 Maret, 2019 19:10 delete

Baik Mbak, insyaallah bulan depan saya ke sana lagi dan sampaikan salamnya. 😊

Reply
avatar
27 Maret, 2019 01:51 delete

Asyik ya Yel Kampungnya. Kapan-kapan ajaklah kami ke sana :D

Reply
avatar
27 Maret, 2019 05:56 delete

Iya bg, nanti main2 kemari dan rasakan bagaimana naik stempel 😄

Reply
avatar