Membangun Desa Ramah Disabilitas

Senin, November 12, 2018 4 Comments A+ a-

Ilustrasi, sumber foto ; http://riautrust.com
Saya sudah banyak mendengar, melihat di televisi, membaca di media online dan cetak tentang inovasi yang dibuat oleh masyarakat desa dengan menggunakan dana desa. Baik itu dalam bidang infrastruktur, kewirausahaan, dan pemberdayaan masyarakat. 

Menurut Mentri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) Eko Putro Sandjoyo bahwa lebih dari 30.000 inovasi warga yang menggunakan dana desa untuk membangun daerahnya (Kompas.com, 07/11/2018). 

Akan tetapi, apakah inovasi tersebut dibuat ramah bagi orang disabilitas? Atau hanya orang dengan non disabilitas saja bisa mengaksesnya? 

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh Belum ramah disabilitas,
sumebr foto ; http://harian.analisadaily.com
Adanya dana desa ini membuat pembangunan di daerah berkembang cepat. Sekarang kita sudah bisa menikmati mulusnya jalan yang dulunya berkerikil, rumah ibadah yang dulunya kurang terawat, fasilitas pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau, dan adanya pelatihan-pelatihan untuk pemberdayaan masyarakat desa, khususnya perempuan. 

Namun, sayangnya pembangunan desa melalui dana desa belumlah ramah disabilitas. Kebanyakan jalan yang dibangun di desa dipergunakan untuk dilewati oleh kendaraan bermotor, sedangkan area untuk pejalan kaki dan pengguna kursi roda tidak ada. Rumah ibadah seperti masjid pun kebanyakan menggunakan tangga di pintu masuknya, padahal disabilitas yang menggunakan tongkat atau kursi roda juga ingin salat di masjid tersebut sehingga menyulitkan mereka. 

Pelatihan pemberdayaan masyarakat desa seperti kelompok tani, kerajinan tangan, usaha kuliner, jarang melibatkan orang dengan disabilitas sehingga mereka hanya sebagai penonton dan pendengar dari aktivitas yang dibuat warga dari dana desa. 

Saat perencanaan dana desa pun orang dengan disabilitas jarang dilibatkan, bahkan tidak menjadi perhitungan saat adanya rapat desa dan sebagainya. Begitulah yang dikeluhkan teman saya seorang disabilitas tunadaksa. 

Apakah Orang Disabilitas Mampu? 

Menurut ketua Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas (HWDI) Maulani bahwa orang dengan disabilitas adalah orang normal yang memiliki keterbatasan. Sama halnya dengan manusia lainnya, orang dengan disabilitas membutuhkan tidur, makan, beraktivitas, dan olahraga. Hanya saja mereka mengalami hambatan karena akses yang tersedia tidak disesuaikan dengan kondisi mereka. 

Namun, bila orang disabilitas dibantu dengan infrastruktur dan lingkungan yang bisa diakses oleh mereka maka tidak ada hambatan untuk melakukannya. Kita bisa lihat saat penyelenggaraan ajang olahraga Asian Para Games (APB), di mana orang dengan disabilitas mampu melakukan tanpa ada hambatan karena akses yang dibangun sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Orang disabilitas juga bisa terlibat aktif, foto doc Griya Schizofren Aceh
Kita juga bisa saksikan banyak orang disabilitas yang menurut pemikiran masyarakat tidak mampu atau lemah, justru lebih baik dibandingkan non disabilitas. Pemikiran inilah yang harusnya dipahami oleh masyarakat desa bahwa setiap orang berhak ikut bersama dalam perencanaan dana desa, termasuk orang dengan disabiltas. 

Dengan melibatkan orang disabilitas dalam perencanaan desa, tentu saat membangun pun akan melihat sisi kebutuhan kelompok disabilitas. Inilah yang sedang direncanakan oleh Walikota Banda Aceh Aminullah Amin agar setiap kampung menganggarkan dana desanya untuk kebutuhan kelompok disabilitas termasuk pembangunan jalan, rumah ibadah, dan fasilitas kesehatan yang bisa diakses oleh orang disabilitas. 

Lembaga peduli disabilitas saat berkunjung ke kantor Walikota Banda Aceh,
fota ; doc pribadi


Sosialisasi Tentang Disabilitas 

Untuk membangun desa yang ramah disabilitas tentunya harus ada sosialisasi kepada masyarakat desa tentang perlunya pelibatan orang dengan disabilitas ini. Supaya anggapan masyarakat terhadap orang dengan disabilitas tidak berdaya sedikit berkurang dan memberi ruang kepada orang disabilitas untuk berpartisipasi. 

Selama ini orang disabilitas kurang mendapatkan kesempatan dalam pemanfaatan dana desa karena dianggap tidak berdaya atau lemah. Padahal menurut Undang-undang disabilitas No 8 Tahun 2016 pasal 1 bahwa setiap penyandang disabilitas mempunyai peluang dan kesempatan yang sama untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelengaraan negara dan masyarakat. Kemudian pemberdayan untuk menguatkan keberadaan penyandang disabilitas dengan mengembangkan potensi, sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok yang tangguh dan mandiri. Untuk aksesibilitas diberikan kemudahan guna mengwujudkan kesamaan kesempatan. 

Disabiltas mempunyai peluang dan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi diri,
foto ; doc Griya Schizofren Aceh
Oleh karena itu, perlu disosialisasikan kepada penyandang disabilitas tentang hak-hak mereka seperti hak untuk ikut serta dalam pembangunan, hak untuk bebas dari ekspolitasi, kekerasan, dan perilaku merendahkan serta hak untuk menentukan jalan hidup. 

Kebijakan Pemerintah untuk Membangun Desa Ramah Disabilitas 

Kebijakan pemerintah juga sangat mempengaruhi akan pengalokasian dana desa untuk kelompok disabilitas. Inilah inovasi yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah supaya di desa pun akan membangun fasilitas yang dapat diakses oleh orang dengan disbilitas. 

Seperti beberapa kebijakan pemerintah yang terdapat di beberapa kabupaten di Aceh. Misalnya di Kabupaten Pidie Jaya Peraturan Bupati No 7 tahun 2017 yang mengatur pedoman teknis penggunaan alokasi dan gampong/desa 2017. Berdasarkan pasal 25 peraturan ini mengatur penggunaan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat, pada ayat 6 disebutkan salah satu peruntukannya adalah untuk menyediakan alat bantu disabilitas dan lansia. 

Sekarang desa-desa di Kabupaten Pidie Jaya yang mempunyai warga disabilitas diabantu dengan penyedian kruk, kursi roda, atau tongkat bagi disabilitas fisik. Begitu juga para lansia yang mengalami disabilitas dibantu dengan penyedian alat bantu untuk aksesibilitas mereka. 

Kabupate Aceh Besar juga membuat kebijakan sejak tahun 2016 telah ada gagasan Standar Operasional Procedur (SOP) penanggulangan bencana untuk disabilitas. Pada tahu 2017, SOP ini telah dimasukkan ke dalam salah satu surat keputusan Bupati Aceh Besar. 

Kabupaten Pidie juga membuat kebijakan terkait pengalokasian dana desa 10% untuk usaha kesehatan bersumberdaya masyarakat, termasuk pelayanan untuk anak atau orang dengan disabilitas. 

Ilustrasi, desa ramah disabilitas, foto desain pribadi

Kebijakan seperti ini, tentu memberi angin segar bagi orang dengan disabilitas karena mereka diberi kesempatan untuk bisa menikmati pembangunan desa ramah disabilitas. Inilah inovasi yang harus dibuat oleh desa-desa seluruh Indonesia supaya pembangunan yang dilakukan tidak hanya dinikmati oleh non disabilitas saja, tapi juga untuk orang disabilitas. 

Dengan begitu inovasi membangun desa untuk kesejahteraan masyarakat diperoleh secara merata tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Semoga inovasi terbaru yang bersumber dari dana desa terus dilakukan untuk memberdayakan masyarakat termasuk orang disabiltas.

4 comments

Write comments
14 November, 2018 03:57 delete

iya, untuk fasilitas disabilitas memang masih terbatas ya. bukan hanya disabilitas ada yang tunanetra pun juga sama.

Reply
avatar
14 November, 2018 06:06 delete

Saatnya, kita menyuarakan hal ini untuk inovasi membangun desa ramah disabilitas karena mereka juga ingin merasakan manfaat dari adanya dana desa tersebut.

Reply
avatar
farid nugroho
AUTHOR
18 November, 2018 19:19 delete

Sambil baca tulisan ini, saya membayangkan kondisi fasilitas-fasilitas di desa saya, ternyata benar tidak ramah kepada para difabel

Reply
avatar
18 November, 2018 19:45 delete

Ya, begitulah kenyataannya disabilitas masih dikesampingkan dalam pembaunganan desa seolah mereka dianggap tidak ada dan tidak penting. Padahal mereka mempunyai kemampuan yang bila dikasih peluang akan menghasilkan.

Reply
avatar