Kenali Keanekaragaman Hayati, Deforestasi Tak Akan Terjadi

Selasa, Mei 15, 2018 4 Comments A+ a-

Daerah pegunungan Agusen, Kecamatan Blangkejeren, Gayo Lues

“Tak kenal maka tak sayang, karena tak sayang maka tak ada kepedulian.” Begitulah pepatah lama yang sering terdengar ketika memulai perkenalan dengan orang lain. Begitu pula dengan alam Indonesia yang kurang dikenal fungsinya sehingga deforestasi pun terjadi. Ketidaktahuan masyarakat tentang keanekaragaman hayati di Indonesia membuatnya tak peduli terhadap dampak yang ditimbulkan, akibat eksploitasi dari bagian keanekaragaman hayati itu sendiri. 

Keanekaragaman hayati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai kehidupan dari tingkat gen, spesies, dan ekosistem yang terdapat di bumi. Dalam tulisan ini aku hanya memfokuskan membahas keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia dan jika dihubungkan dengan deforestasi, tentu yang menjadi fokusku ialah keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem. 

Ekosistem merupakan suatu kesatuan yang dibentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk (komponen biotik) dan lingkungannya (komponen biotik) seperti air, tanah, cahaya, suhu, dan iklim. Kondisi lingkungan yang beragam menyebabkan jenis makhluk hidup yang menempatinya bergam pula. Misalnya saja Indonesia yang mempunyai ekosistem padang rumput, pantai, sungai, dan hutan. 

Aliran sungai di Tanjung Lipet yang merupakan hulu Sungai Alas

Tiap-tiap ekosistem mempunyai ciri fisik, kimiawi, dan biologis tersendiri. Flora dan fauna yang menempati ekosistem tersebut juga berbeda-beda setiap ekosistemnya. Semuanya saling berinterkasi dengan lingkungan di sekitarnya hingga membentuk sebuah siklus kehidupan. Bila salah satu siklus tersebut terganggu atau punah, maka akan berdampak bagi makhluk hidup lainnya termasuk manusia. 

Apa Hubungannya dengan Deforestasi? 

Deforestasi adalah proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan untuk diambil kayunya, atau mengubah lahan hutan untuk dijadikan lahan non hutan seperti kebun kelapa sawit. Adanya deforestasi ini mengancam kehidupan makhluk yang berada dan tinggal di ekositem tersebut, sehingga terjadilah konflik antar satwa liar dengan manusia. Selain itu akibat dari peralihan fungsi hutan ini, banyak fauna dan flora yang mendiami ekosistem hutan punah dan mati. 

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merilis angka deforestasi Indonesia periode 2016-2017 mencapai 496.370 hektar. Dalam angka tersebut terdapat 64,3% atau 308.000 hektar merupakan kawasan hutan. Daerah yang mengalami deforestasi tertinggi terdapat di Kalimantan dan Sumatera yaitu sebanyak 229,8 ribu dan 127 ribu hektar. 

Sumber Mongabay

Menurut World Wide Fund for Nature (WWF) hutan di Kalimantan dan Sumatera termasuk dalam 11 wilayah di dunia yang berkontribusi terhadap lebih dari 80% deforestasi secara global hingga tahun 2030. Hal ini disebabkan karena pembukaan lahan pertaniam atau alih fungsi hutan menjadi lahan non hutan. Tentu hal ini akan mengancam ekosistem di dalamnya termasuk fauna dan flora yang tumbuh dan hidup di hutan tersebut. 

Tingkat kenaekaragaman hayati pun akan berkurang akibat peralihan lahan fungsi hutan ini. Banyak satwa yang mendiami hutan terancam punah seperti harimau, badak, orang utan, dan gajah di hutan Sumatera. Keberadaan satwa yang dilindungi ini semakin hari semakin berkurang, padahal bila keberadaan mereka tidak ada lagi maka ada siklus yang terputus dari ekosistem tersebut. 

Misalnya saja orang utan yang berperan sebagai petani hutan dengan menyebarkan biji tumbuhan. Dengan adanya orang utan, ribuan pohon baru akan tumbuh di hutan, sehingga dengan pohon tersebut jutaan oksigen akan dilepas ke udara yang berfungsi untuk kehidupan manusia. 

Bayangkan bila hutan terus ditebang dan keberadaan orang utan tidak ada lagi. Siapa yang menggantikan peran alamiah ini? Ujung-ujungnya yang menjadi sengsara juga manusia akibat keserakahannya. Begitu juga dengan tumbuhan dan hewan lainnya yang terdapat di hutan, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri yang harus kita pelajari dan kenali lebih jauh perannya terhadap ekosistem hutan. 

Daerah Tangse, Kabuapaten Pidie

Apa yag harus dilakukan? 

Untuk menyelamatkan hutan dan keanekaragaman hayati di Indonesia diperlukan pemahamanan tentang keankaragaman hayati yang mengisi hutan tersebut. Diperlukan peraturan yang ketat mengenai pengelolaan hutan, penelitian yang mendalam tentang fungsinya, dan konservasi yang berbasis wisata alam untuk pencinta alam. 

Hutan di Indonesia bisa dijadikan sebagai labarotorium alam karena tingkat keanekaragaman hayati yang begitu tinggi. Hal ini karena Indonesia merupakan daerah tropik sehingga berbagai macam flora dan fauna bisa hidup di hutan Indonesia. Tercatat lebih dari 38.000 spesies tumbuhan dan 55% di antaranya ialah tumbuhan endemik. Spesies palem juga paling banyak di Indonesia yaitu 477 spesies (Bappenas, 2003). 

Walaupun daratan Indonesia hanya mencakup 1,3% daratan bumi, tetapi Indonesia memiliki 10% tumbuhan dunia, 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung (Collin et, al. 1991). Itu hanya yang tercatat. Bila diteliti lebih jauh lagi, masih banyak keakayaan alam di hutan Indonesia yang masih ada dan juga yang hampir punah. 


Setiap makhluk hidup yang mendiami hutan Indonesia, tentulah mempunyai kegunaannya masing-masing. Tidak hanya untuk diambil hasilnya saja seperti kayu dan hasil hutan lainnya, tapi bisa dikembangkan lagi menjadi penelitian untuk membuat obat-obatan dan hal lainnya tanpa harus merusak hutan itu sendiri. 

Bila penelitian terus dilakukan dan orang akan mengetahui fungsi dari makhluk hidup yang mendiami ekosistem hutan tersebut, tentu tidak akan ada lagi deforestasi hutan. Orang akan lebih menghargai setiap yang tumbuh dan hidup di dalam hutan tersebut. Seperti halnya orang dulu yang meyakini hal-hal mistis terdapat di dalam hutan, sehingga mereka enggan untuk merusak hutan itu sendiri, orang zaman sekarang diperlukan bekal pengetahuan supaya tidak merusak hutan. 

Oleh karena itu mengenali lebih dalam tentang keankeragaman hayati di Indonesia, terutama ekosistem hutan berguna supaya orang sayang akan setiap yang hidup dalam hutan tersebut. Bila rasa sayang telah ada, maka muncullah rasa peduli untuk tetap menjaga hutan sehingga deforestasi pun tak terjadi lagi. 

Lut Tawar, Takengon, Kabupaten Aceh Tengah

Referensi 

Arumingtyas, L. (2018). Deforestasi Indonesia 2017 Turun, Definisi Masih Perdebatan. Diakses dari http://www.mongabay.co.id/2018/01/29/deforestasi-indonesia-2017-turun-definisi-masih-perdebatan/. Pada tanggal 15 Mei 2018, pukul 19.20 WIB. 

BBC Indonesia. (2015). Hutan Sumatera dan Kalimantan Sumbang Deforestasi Global. Diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/04/150428_sains_hutan. Pada tanggal 15 Mei 2018, pukul 20.00 WIB. 

Mongabay. (2018). Keanekaragaman Hayati Hutan Hujan Indonesia. Diakses dari http://www.mongabay.co.id/keanekaragaman-hayati-hutan-hujan-indonesia. Pada tanggal 15 Mei 2018, pada pukul 21.00 WIB. 

Jurnal Bumi. (2018). Deforestasi. Diakses dari https://jurnalbumi.com/knol/deforestasi/. Pada tanggal 15 Mei 2018, pukul 20.22 WIB. 

4 comments

Write comments
BlogSabda.com
AUTHOR
16 Mei, 2018 08:04 delete

yang jadi pertanyaan apakah deforestasi mendapat restu dari Menteri kehutanan atau MenHut kecolongan oleh para pengusaha liar/masyarakat sekitar?

Saya pikir jika memang jelas siapa yang melakukan deforestasi, harusnya kan bisa langsung ditindak, kecuali memang ada faktor kepentingan didalamnya sehingga tidak ada tindakan preventif dari pihak yang berwenang.

Sudah cukup mengusik alam, ada baiknya kita menjaga dan mengolah sebaik mungkin, jangan lagi ditambah kerusakan di muka bumi

Reply
avatar
18 Mei, 2018 22:05 delete

Yups, salah satu upaya yang bisa kita lakukan ialah menulis dan mengampanyekan melalui tulisan tentang kondisi ini.
Tentang siapa yang bermain di dalamnya saya juga tidak tahu dan juga tidak bisa bertindak lebih jauh, karena saya hanyalah kuli tinta yang bisa menyuarakannya melalui tulisan.

Reply
avatar