Menyoal Pemberitaan Bayi Meninggal di RSUD Singkil

Rabu, Januari 03, 2018 0 Comments A+ a-


Di awal tahun ini berita duka kembali terjadi pada bayi yang meninggal akibat kelalaian dari pihak rumah sakit. Kasus seperti ini bukan yang pertama kali terjadi di Aceh, bahkan kematian Suryani dan bayinya pada tahun 2016, sontak mengundang banyak respon dari berbagai kalangan masyarakat. Bahkan aksi demo pun dilakukan massa untuk menuntut kematian ibu dan anak yang meninggal karena kelalaian dari pihak Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Aceh.

Kali ini kejadian yang serupa terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Singkil pada seorang bayi yang dirawat di sana. Berita ini viral di dunia maya setelah akun facebook dengan nama Herawati Hera curhat di media sosial. Postingannya pada 30 Desember 2017 mengungkapkan kekecewaan atas kematian bayi yang meninggal karena keterlambatan pemasangan infus oleh petugas di ruang anak RSUD Aceh Singkil. 

Di status itu juga disebutkan bahwa dia meminta kepada petinggi Aceh Singkil untuk menambah ahli pemasang infus di RSUD ini.

Tidak begitu lama setelah status itu diposting, langsung menuai banyak respon dari warga net yang menyayangkan kejadian tersebut, hingga akhirnya status itu mejadi viral. 

Judul berita yang dimuat di media
Pihak media pun mengangkat berita ini dengan judul ‘Bayi Meninggal karena Tak Ada Perawat yang Bisa Pasang Infus.’ di serambinews.com. Kemudian judul itu diganti dengan ‘Viral! Bayi Meninggal di RSUD Singkil karena Tak Ada yang Bisa Pasang Infus, Ini Curhatan Keluarga.’ 

Judul Berita yang Menghakimi

Sejak berita itu diterbitkan pada tanggal 1 Januari 2018, penyebab kematian bayi di RSUD Singkil itu diasumsikan masyarakat kerena kelalaian perawat. Padahal belum ada penjelasan lebih lanjut dari pihak rumah sakit siapa yang harus disalahkan atas kelalaian ini. 

Status Herawati Hera pun juga tidak menyebut kata perawat di dalamnya, tapi ‘ahli pemasangan infus,’ namun dalam pemberitaan di media massa disebutkan ‘petugas atau perawat’. Sasarannya tertuju kepada perawat, padahal banyak tim medis lain yang ada di ruangan tersebut seperti dokter spesialis anak dan bidan. Akan tetapi kenapa hanya nama perawat yang muncul?
Status yang sempat menjadi viral

Ini tentunya sangat merugikan profesi keperawatan yang selalu dijadikan kambing hitam atas setiap kesalahan yang terjadi di rumah sakit. Berita ini tidak hanya menjadi viral, tapi juga menyakitkan bagi orang yang berprofesi sebgai perawat. 

Akun grup facebook Suara Perawat yang Aku ikuti di media sosial, banyak yang tidak terima atas pemberitaan ini. Hanya gara-gara judul dan isi berita yang menghakimi, citra perawat di mata masyarakat pun jatuh.

Aku berupaya menanyakan pendapat dari rekan-rekan di grup Whats App Forum Aceh Menulis (FAMe) yang dibina oleh Yarmen Dinamika (Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia). 

Diskusi pun terjadi, berbagai pro dan kontra dari anggota grup menilai pemberitaan ini, “berita seperti ini wajar Yel karena lampiasan kekecewaan. Tembakannya bukan hanya perawat, tapi manajemen dan pimpinan RS.” Tulis Herman RN yang merupakan salah satu anggota grup.

Selain itu Yarmen sendiri mengatakan bahwa “di dalam berita itu mengandung negative remark (keterangan yang memojok/mendiskreditkan). Tak sepantasnya ada tudingan negatif kepada perawat an sich (semata), kalau ternyata di ruang rawat pascasalin itu ada profesi selain perawat yang ikut bertanggung jawab.” Ini jawaban yang tepat, karena saat belajar di kelas FAMe Aku selalu diingatkan Pak Yarmen untuk menulis dengan cara peace journalism sehingga tidak menimbulkan konflik.
Kalau sudah begini, bisakah kita sebut berita itu HOAX?
Lantas apakah efek dari berita ini bagi profesi keperawatan? Tentunya ini menjadi bahan omongan di masyarakat tentang kinerja perawat yang tidak becus dalam mengurus pasiennya. 

Undang-Undang Keperawatan (UUK) yang baru seumur jagung, di sah kan setelah penantian panjang para perawat, ternyata tidak bisa melindungi profesi ini dari tuduhan yang dihakimi langsung oleh media. Sungguh disayangkan.

Perawat yang Sebanarnya

Berdasarkan UUK No 38 tahun 2014, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 

Praktik yang dilakukan perawat ialah berupa Asuhan Keperawatan yang merupakan fungsi mandiri atau idependen bagi seorang perawat.

Asuhan keperawatan adalah rangkain interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya. 

Perawat yang bisa melakukan kegiatan ini ialah perawat yang sudah lulus uji kompetensi, mempunyai sertifikat kompetensi, dan profesi yang sudah teregistrasi atau tercatat resmi secara hukum untuk menjalankan Praktik Keperawatan.


Tugas utama perawat di sini ialah menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan tahapan lima proses keperawatan, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap pasien. Fokusnya ialah pasien, bukan hal-hal yang berkaitan dengan terapi medis seperti pengobatan.

Sedangkan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter seperti pemasangan infus, pemberian obat, dan melaksanakan suntikan ialah tanggung jawab dokter. 

Akan tetapi pada kasus-kasus tertentu, perawat bisa melakukan tugas itu bila telah dilimpahkan wewenang oleh dokter, inilah fungsi dependen perawat. Namun hanya untuk perawat profesi atau perawat vokasi yang sudah terlatih untuk melakukan tindakan medis di bawah pengawasan. Jadi tidak sembarang perawat dapat diberikan wewenang untuk melakukan tindakan medis ini.

Kembali menyoal pemberitaan bayi yang meninggal di RSUD Singkil tersebut, siapakah yang dianggap perawat pada kasus ini? 

Pemahaman yang berkembang selama ini di masyarakat ialah setiap petugas yang bekerja di rumah sakit dianggap sebagai perawat, padahal banyak petugas lainnya seperti, dokter, bidan, apoteker, ahli gizi, dan lainnya yang bekerja di rumah sakit. 

Sungguh tidak adil jika ada berita yang menyudutkan perawat dalam kasus-kasus kematian bayi, apalagi disalahkan atas dasar yang bukan menjadi tanggung jawab dan wewanang perawat.

Kebaikan yang dilakukan perawat selama ini, hilang karena
pemberitaan yang berbentuk asumsi dan menghakimi

Untuk ke depannya pihak rumah sakit hendaknya juga harus memperhatikan lagi setiap ahli kesehatan yang dipekerjkan di rumah sakit. Jangan sampai salah penempatan dan wewanang karena manejemen yang tidak sesuai dengan ranah dan keilmuan mereka. 

Sesuatu hal yang sangat fatal bila kejadian seperti ini terus terulang yang menimbulkan luka dalam bagi korban dan menibulkan keributan di berbagai bidang profesi. Maka dari itu, tempatkan seseorang itu sesuai dengan porsinya supaya tidak ada lagi pemberitaan yang mengecewakan seperti kasus ini.