Ada Apa di Negeri Seribu Bukit, Gayo Lues?

Rabu, Oktober 25, 2017 18 Comments A+ a-


Tidurku terusik karena dinginnya udara yang menusuk tulang. Mataku yang mulanya berat untuk dibuka, akhirnya tertegun melihat pemandangan deretan pohon pinus yang berjejer rapi di sepanjang bukit-bukit pinggir jalan. 

Seperti berada di alam mimpi, aku mengucek mata berkali-kali untuk memastikan apa yang baru saja aku lihat. Mobil L300 yang 14 jam sedari tadi aku tumpangi, terus melaju menelusuri jalan berbukit. Berkali-kali badanku condong ke arah kanan dan kiri, karena belokan tikungan jalan. 

Aku mencoba menjaga keseimbangan supaya kepalaku tidak terbentur dengan teman di samping. Badanku pun ditegakkan sembari memegang bangku penumpang yang ada di depan. Kulemparkan pandangan ke luar kaca mobil, sambil merasakan sejuknya udara pegunungan. 


Matahari mulai menampakkan wajahnya, meskipun sebagian masih ditutupi kabut, tapi kita bisa melihat hijaunya hamparan bukit di sepanjang jalan yang dilalui. 

Kami sudah memasuki Kecamatan Blangkejeren, Gayo Lues. Daerah yang dijuluki sebagai Negeri Seribu Bukit dan ternyata memang benar bukitnya tidak habis-habis. Di sepanjang jalan terus dikelilingi oleh bukit-bukit, hingga akhirnya kami memasuki kota. 

Dari kejauhan masih terlihat jelas bukit-bukit yang mengelilingi kota ini, udaranya pun masih terasa dingin. Untungnya kami cepat-cepat masuk ke hotel dan memesan kamar supaya bisa menghangatkan badan.

Maksud hati ingin mandi air hangat, tapi ketika shower kamar mandi dihidupkan, aku melompat kaget karena airnya seperti air yang baru saja keluar dari kulkas. 

Burrr..., dingin banget! Ternyata air panasnya tidak berfungsi, jadi terpaksalah aku mandi dengan air es itu.

****



1. Ada Belut Berukuran Kecil


Pukul 09.00 WIB, kami para perempuan leuser keluar dari hotel mencari makanan untuk sarapan.

Oia, aku jelaskan dulu maksud kedatangan kami ke Negeri Seribu Bukit ini. Jadi, kami di sini untuk mengikuti pelatihan perempuan peduli Leuser yang dibuat oleh Lestari, sebuah proyek berbasis lingkungan dari USAID. 

Kami sengaja datang lebih cepat satu hari sebelum jadwal kegiatan, supaya dapat mengetahui lebih banyak tentang Negeri Seribu Bukit ini. Bermodal dua kaki yang kami punya, kami berjalan menuju pusat kota mencari rumah makan untuk sarapan.

Tenyata masih banyak toko yang tutup di pagi itu, sehingga mengharuskan kami untuk berjalan 200 m mencari tempat makan. Akhirnya dapatlah satu rumah makan yang bernama Syahrini. 

Kami tertawa geli menyebut rumah makan tersebut, teringat artis papan atas yang terkenal dengan kalimatnya ‘cetar membahana’. Kamu pasti tahukan? hehehe.


Kenapa aku menceritakan tentang rumah makan ini, karena ada satu menu spesial yang membuatku harus menuliskannya ke tulisan ini. Menu spesial itu ialah belut goreng dengan ukuran mini atau kecil. 

Jarang kan, kita melihat belut dengan ukuran kecil, tapi di warung ini ada belut yang sebesar jari-jari tangan. Rasanya, wuih.., enak banget. Ada manis-manisnya gitu, coba deh kalau kamu kemari nikmati belut kecil di warung Syahrini ini.


2. Becak Motor Mirip Bajai


Setelah selesai sarapan, kami pun memutuskan untuk berjalan kembali. Maksud hati ingin pergi menikmati tempat-tempat yang indah dan menakjubkan, eh rupanya tidak ada satu pun dari kami yang tahu tentang Negeri Seribu Bukit ini.

Akhirnya kami stop lah abang tukang becak yang melintas di jalan raya. Kami pun bertanya kepada dia tempat yang bisa dikunjungi, jadilah dia guide setengah harinya kami.

Ada yang unik dengan becak motor di Gayo. Bentuknya seperti bajai, bewarna orange dan bisa ditumpangi oleh tiga orang. Aku naik dibelakang pengendara dan dua temanku duduk disamping motor yang ada tempat duduknya. Motor tersebut dimodifikasi dengan diberi atap supaya penumpangnya tidak kepanasan.

Kami pun pergi menuju bukit cinta dengan tarif harga Rp10.000 per orangnya. 



3. Bukit Cinta 


Mendengarnya saja sudah ngerasa gimana gitu, pasti ada bau-bau romantisnya. Kami akhirnya tiba ke bukit cinta dengan menumpangi becak motor yang tadi kami pesan. 

Jaraknya dari pusat kota tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu sekitar 15 menit. Jalan menuju kemari berbukit-bukit dan di sekitarnya terdapat deretan pohon pinus yang menjulang tinggi.

Ada juga tumbuhan serai yang mereka sebut sri wangi, karena wanginya yang semerbak. Sehingga saat kami melewati jalan yang ditumbuhi oleh tanaman ini, tercium bau khas wangi serai.

Setelah melewati jalan yang menanjak dan menurun, akhirnya kami tiba di bukit cinta. Tempatnya berada di Blangtenggulun, Blangkejeren Gayo Lues.

Aku sangat takjub melihat pemandangan di bukit ini, ribuan pohon pinus tumbuh menjulang tinggi. Mirip seperti pemandangan film hollywood atau bollywood yang aku lihat di film-ilm layar lebar. 


Saat berada di bukit ini, udara dingin sangat menusuk tulang, padahal jam telah menunjukkan pukul 10.00 WIB dan cahaya matahari bersinar terang. Rupanya tidak ada pengaruh sama sekali, udaranya tetap saja dingin membuat kita menggigil.

Di bukit cinta ini terdapat rumah pohon yang bisa kita naik ke atasnya, supaya bisa melihat pemandangan alam Negeri Seribu Bukit. 

Sejauh mata memandang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang masih menghijau, namun yang paling mendominasi ialah tumbuhan pinus. 

Rupanya salah satu komoditi utama di Gayo Lues ialah pinus. Mereka mengambil getahnya untuk dijual dengan harga Rp.5.000 per kilogramnya. Getahnya ini bisa digunakan untuk bahan kosmetik dan juga sebagai bahan baku untuk membuat piring, gelas, dan sebagainya. Sehingga bisnis getah pinus ini atau yang mereka sebut sebagai gondorukem ini sangatlah menjanjikan.


4. Pernak-Pernik Kerawang Gayo 


Setelah puas menikmati indahnya Bukit Cinta, di perjalanan pulang kami singgah ke bandara Gayo Lues, kemudian menuju tempat pengrajin kerawang Gayo. 

Teleng (topi khas penari saman) dan gelang merupakan salah satu pernak-pernik khas dari Gayo. Biasanya para penari saman menggunakan pernak-pernik yang dibordir dengan motif kerawang Gayo.


Para pengrajin ini membuat berbagai kreatifitas pernak-pernik kerawang Gayo yang dijual untuk oleh-oleh khas Gayo. Ini merupakan hal yang wajib kita beli sebagi tanda bahwa kita sudah pernah menginjakkan kaki di tanah Gayo.


5. Genting


Aku berhasil menarik perhatian salah seorang temanku yang berasal dari Gayo Lues, setelah aku memosting video ketika menaiki becak motor saat menuju Bukit Cinta. Namanya Eva Hayani, dia adalah teman kuliah ku dulu waktu di Fakultas Keperawatan.

Melalui akun instagram ku dia menemui dan mengajakku jalan-jalan. Cihuy.., ternyata aku berhasil memanfaatkan media sosial untuk daya tarik. 

Berkat kemurahan hatinya, dia menyediakan tiga motor untuk kami supaya bisa meuwet-wet (jalan-jalan). Akhirnya kami pergi menuju Genting di Kecamatan Pining, Gayo Lues.


Genting merupakan puncak tertinggi di Gayo Lues, di sini terlihat jelas bukit barisan yang berjejer rapi. Bagiku pantaslah Gayo Lues disebut sebagai Negeri Seribu Bukit, malah satu juta bukit karena sangking banyaknya bukit disekitarnya.

Sesampai di puncak Genting, wuih.., dingingnya kayak di Korea, macam sudah pernah saja ke Korea. Lol

Nasi bungkus yang kami beli di Kota Blangkejeren tadi, sudah seperti nasi yang dikeluarkan dari lemari es saat kami makan. Luar biasa dinginnya menusuk tuluang, walaupun badanku sudah berbalut jaket, tetap saja tidak ada pengaruhnya.


Untuk sampai ke Genting mebutuhkan waktu sekitar 45 menit berkendara menggunakan sepeda motor. Jalan yang dilalui memang menantang, karena banyak tanjakan dan turunan. Kondisi jalannya pun lumayan parah, karena di pinggir jalan ada bagian yang longsor, sehingga mengerikan saat kita melihat ke bawah yang langsung disambut oleh jurang.

Disepanjang jalan juga terdapat alur-alur air yang melewati jalan dan saat air itu terciprat ke kaki, rasanya tu kayak air es. Dingin bangetlah pokoknya.

Memang sih penuh tantangan untuk sampai kemari, tapi setelah sampai ke puncak Genting, kamu bisa merasakan pesona alam negeri seribu bukit yang luar biasa indah. 

Perlu dicatat ya, kamu harus bawa jaket saat kemari karena udaranya mencapai 20ºC.


6. Kopi dan Aren


Tentu di Negeri Seribu Bukit ini sangat diidentikkkan dengan kopi dan aren. Untuk mendapatkan kopi terbaik kita bisa ke Coffee Shop, kedai kopi di pasar, atau langsung membelinya ke rumah warga.

Kami memilih untuk mengambil tiga cara tersebut. Pertama kami bertandang ke dua Coffee Shop yang terkenal di Kota Blangkejeren yaitu Blower Coffee dan Gaterbas Coffee.

Coffee shop tersebut menyediakan berbagai jenis kopi terbaik seperti arabica, robusta, espreso, dan lainnya. Dari segi interior tempat, kedua coffee shop ini keren banget. 


Banyak anak muda, pelaku bisnis, dan wisatawan datang ke tempat ini untuk menikmati kopi terbaiknya. Tak heran setiap malam tempat ini dipenuhi oleh orang-orang penikmat kopi dan anak muda masa kekinian.

Pilihan kedua kita bisa datang ke pasar untuk membeli kopi atau pun aren yang dijual oleh para pedagang. Kami berjalan menelusuri setiap sudut pasar untuk mencari aren yang katanya aren di sini mempunyai kualitas terbaik.


Harga satu kilogram aren yaitu Rp50.000 untuk yang asli dan Rp40.000 untuk yang imitasi. Aren ini biasanya digunakan sebagai temanya kopi supaya rasa pahit kopi hilang. Tapi, ada juga yang digunakan untuk bahan baku pembuatan kue. 

Kemudian kami pun juga pergi ke rumah warga untuk membeli kopi tumbuk yang diolah secara manual. Harga per kilogramnya Rp80.000. Ada hal yang menarik saat kami berkunjung ke rumah warga penjual kopi, karena kami dibawa oleh guide wanita yang berusia sekitar 70-an tahun, melewati jalan yang menurutku terlalu ekstrim untuk dilalui untuk seusia dia.

Aku dan teman-temaku saja ngos-ngosan mengikuti langkah kakinya begitu cepat, bahkan kita harus melewati beberapa jalan berbukit dan sungai kecil yang mengharuskan kita untuk membuka sepatu supaya bisa melewatinya.


Akhirnya kita sampai ke tempat yang dituju. Orang di sini sangat ramah-ramah, bahkan mereka tidak sungkan-sungkan mengeluarkan apa yang ada untuk menyambut kita. Bahkan seorang temanku sempat-sempatnya berfoto dengan menggunakan baju khas Gayo yang dipinjamkan oleh seorang warga yang baru dikenalinya.


7. Masjid Penampaan



Perlu diketahui bahwa ada sebuah masjid tertua di Indonesia yang terdapat di Negeri Seribu Bukit ini. Namanya Masjid Asal Penapaan yang usianya kurang lebih 800 tahun. Lama banget kan?

Bangunan utamanya masih sangat asli, berlantai tanah yang diberi alas karpet, berdinding kayu yang ditutup tirai kain, dan beratap rumbia. Di satu sudut terdapat mimbar yang digunakan saat pelaksanaan khutbah salat jumat. 

Di dalam masjid terdapat sumur tua yang sudah ada sejak masjid ini dibangun. Airnya sangat jernih dan sejuk, dari dulu sampai sekarang sumur ini tidak pernah kering atau pun keruh airnya. 


Untuk lebih jelasnya, nanti ada tulisan khusus yang membahas Masjid Penampaan ini. Tunggu tulisanku berikutnya ya.


Ada apa di Negeri Seribu Bukit? Itu dia seperti yang aku jelaskan di atas. Sebenarnya masih banyak lagi yang ada disini, seperti budayanya, keseniannya, kekayaan alamnya, dan bahkan tentang geotermal yang isunya mau dibangun di negeri ini.

Untuk saat ini, cukup yang ini saja dulu ya, supaya nanti saat ke Gayo Lues tidak kebingungan lagi mau ngapain.

18 comments

Write comments
M.iqbal
AUTHOR
25 Oktober, 2017 21:28 delete

Wuiih keren pengembaraannya, panorama yang paling keren yaitu bukit cinta. BTW.. Coffee shop di sana ngga kalah keren sama di Banda Aceh ternyata.

Reply
avatar
25 Oktober, 2017 21:30 delete

Pastinya dong, meskipun pedalaman mereka nggak ketinggalan zaman :D

Reply
avatar
M.iqbal
AUTHOR
25 Oktober, 2017 21:59 delete

iya... apalagi kedai kopi tempat bersosialisasi dan mencari Wi-Fi ria.

Reply
avatar
My Satnite
AUTHOR
25 Oktober, 2017 22:00 delete

wahh, kayaknya damai banget lihat pemandangan bukit2 sperti itu

Reply
avatar
26 Oktober, 2017 00:04 delete

Keren kan? Asyik banget kalau ngopi di situ dengan udara yang dingin.

Reply
avatar
26 Oktober, 2017 00:05 delete

Iya, menyejukkan hati, menentramkan jiwa :)

Reply
avatar
Tira Soekardi
AUTHOR
26 Oktober, 2017 12:35 delete

wah pemandangannay asri ya bikin adem

Reply
avatar
Ocit
AUTHOR
26 Oktober, 2017 20:51 delete

Andai kami tahu ada penjual Teleng, mau kami pesan satu.
Btw, tulisannya makin keren nih. Ceritanya makin mulus... keren!

Reply
avatar
26 Oktober, 2017 20:59 delete

Setelah baca tulisan ini jadi kangen dengan kabut dan hijaunya Gayo.

Reply
avatar
26 Oktober, 2017 21:30 delete

Makasih bang Ocit, Kalau mau pesan bisa kami titip sama kawan Telengnya.

Alhamdulillah terus belajar untuk menjadi lebih baik. Makasih sekali lagi masukannya bg Ocit.

Reply
avatar
26 Oktober, 2017 21:32 delete

Semoga bisa diberi kemudahan untuk datang ke Negeri Seribu Bukit lagi. :)

Reply
avatar
27 Oktober, 2017 01:16 delete

Oh Galus, impian kami yang tak tahu kapan tunai @_@

Reply
avatar
Ihan Sunrise
AUTHOR
27 Oktober, 2017 01:28 delete

ntar kita mengulang keseruan ini di Aceh Selatan yaaa

Reply
avatar
27 Oktober, 2017 03:09 delete

Semoga akan terwujud di tahun ini :D

Reply
avatar
Sri Untari
AUTHOR
07 November, 2017 18:46 delete

Keren banget pemandangannya, coffeshopnya, belutnya. Apalagi yg kecil2 malah lebih gurih. Coba ajak syahrini makan di warung ini ya mgkn dia jg geli .hihi

Reply
avatar
05 Desember, 2017 03:00 delete

Hahaha, iya. Kayaknya bisa rekom sama Mbak Syahrani supaya bisa berwisata kemari. :D

Reply
avatar