Masalah ODGJ dan ODMK di Indonesia

Jumat, Oktober 09, 2015 0 Comments A+ a-



Tidak banyak yang tahu bahwa setiap tanggal 10 Oktober, diperingati sebagai hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Bahkan di Indonesia sendiri tidak ada hari yang ditetapkan sebagai Hari Kesehatan Jiwa Nasional. Jika dunia menetapkan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan masalah utama, tapi belum untuk Indonesia yang masih memprioritaskan masalah penyakit fisik. 

Sedangkan untuk penyakit mental jarang mendapat perhatian, hal ini dapat dilihat dari fasilitas kesehatan yang diberikan. Padahal jumlah penderita gangguan jiwa terus menunjukkan peningkatan.

Berdasarkan data Word Health Organization (WHO) 2013, sekitar 25% populasi dunia menderita gangguan jiwa. Hal ini diartikan bahwa satu dari empat penduduk dunia menderita gangguan jiwa. 

Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia mencapai 1,7%/1000 penduduk. Gangguan jiwa berat terbanyak salah satunya terdapat di Aceh, yaitu sekitar 2,7%. Namun sayangnya belum ada bentuk kepedulian khusus dalam mengatasi masalah ini.

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), terkadang dipandang sebelah mata. Bahkan dianggap sebuah aib, jika salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa. Deskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa di masyarakat sungguh tinggi, bahkan jika seseorang pernah mengalami gangguan jiwa, apalagi pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ), maka selamanya cap “gila” melekat pada dirinya.

Perhatian pemerintah terhadap ODGJ ini juga tergolong minim. Aceh yang mempunyai dana otonomi khusus setiap tahunnya, disalurkan untuk pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, pendidikan, sosial dan kesehatan. Namun seberapa besarkah alokasi dana untuk pemeliharaan dan pemberdayaan ODGJ ini? Pernahkah mereka meninjau bagaimana nasib ODGJ yang ada di RSJ sana? dan bagaimana pula nasib ODGJ yang dipasung oleh warga?

Benar pemerintah telah memberi bantaun terhadap biaya pengobatan melalaui Jaminan Kesehatan Nasional, atau kalau di Aceh Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh, dan sekarang diganti lagi dengan BPJS Kesehatan. 

Namun, apakah pemerintah memikirkan bagaimana nasib ODGJ setelah pasca pengobatan itu? Mereka sering kali tidak diterima oleh masyarakat, sehingga menyulitkan dirinya memperoleh pekerjaan. Akibatnya ODGJ yang sudah sembuh, akan kembali kambuh gangguan jiwanya bahkan lebih parah dari sebelumnya.

Masalah Gangguan Jiwa 

Belum lagi masalah ODGJ teratasi, namun sekarang muncul masalah lain yaitu Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK). Bahkan masalah ODMK ini merupakan masalah terbanyak dan menjadi masalah sosial yang merugikan banyak pihak. ODMK ditunjukkan kepada orang yang belum terdiagnosis atau belum ditetapkan sabagai penderita gangguan jiwa, namun mempunyai masalah fisik, mental dan sosial.

Baru-baru ini kita dihebohkan oleh berita tentang kekerasan fisik dan seksual yang terjadi pada anak, dan bahkan berujung pada kematian. Pelakunya tidak lain adalah orang terdekat korban, namun siapa yang harus disalahkan atas kejadian ini? Hampir setiap tahun berita seperti itu menjadi topik pembahasan utama, respon masyarakat pun beragam. 

Ada yang mengutuk si pelaku, berharap si pelaku di hukum mati dan berbagai aksi demo pun dilkakukan, untuk mendesak pemerintah mengatasi masalah ini. Namun keadaan itu hanya bertahan sebentar, dan akan hilang saat topik itu tergantikan dengan topik lain yang lebih heboh. Setiap tahun terus saja begitu, tidakkah terpikir untuk megakhir masalah ini?


Mereka yang tega melakukan tindakan kekerasan itulah yang digolongkan sebagai ODMK, bahkan kita sendiri salah satu orangnya. Seorang ibu yang sering marah-marah kepada anaknya, pelajar atau mahasiswa yang terlalu cemas dalam menghadapi ujian belajarnya, seorang Ayah yang terlalu khawatir terhadap ekonomi keluarganya, seorang pekerja yang mengalami kesulitan tidur, dan masalah-masalah lain yang mengakibatkan seseorang menjadi depresi. Lantas sadarkah kita bahwa itu masalah gangguan jiwa?


Gangguan jiwa dalam presepsi masyarakat saat ini ialah orang-orang yang berada di RSJ, atau pun orang-orang yang berada di jalanan dengan pakaian dan keadaan fisik yang menjijikan. Wajar kalau presepsi itu yang tergambar di masyarakat, karena sosialisasi tentang kesehatan jiwa jarang sekali dilakukan. Bahkan karena kurangnya pengetahuan itu, banyak yang beranggapan gangguan jiwa sesuatu yang menakutkan dan dianggap penyakit menular, sehingga mereka menjauhi ODGJ.


Tindakan pencegahan dalam bentuk sosialisasi tentang kesehatan jiwa minim sekali dilakukan, yang tahu hanya mencari pengobatan saat sudah terdiagnosis mengalami gangguan jiwa. Namun kita kurang peduli terhadap masalah-masalah yang mengarah ke gangguan jiwa. Bukan tidak peduli tepatnya, karena tidak taulah maka tidak ada yang peduli, padahal masalah ini perlu dibahas lebih mendalam untuk mencegah gangguan jiwa.

Mencegah Gangguan Jiwa 

Untuk mencegah gaangguan jiwa, tentunya harus mengenal dulu apa itu gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah kumpulan gejala-gejala pikiran, perasaan dan perilaku yang menimbulkan suatu penderitaan, sehingga akan manggangu fungsinya sebagai individu yang sehat. Penyebabnya bisa dikarenakan faktor keturunan, narkoba, penyakit karena virus atau bakteri dan kecelakaan yang mengakibatkan trauma kepala. Namun, penyabab yang paling umum ialah karena faktor psikis, yaitu saat keadaan jiwa seseorang terganggu akibat adanya pengaruh beban mental yang disebut sbagai stressor.

Jika stressor tersebut bisa dikendalikan, maka keadaan jiwa akan tetap stabil. Tapi jika stressor ini berlanjut tanpa adanya tindakan pencegahan, maka berakibat pada gangguan jiwa berat atau yang dikenal sebagai skizofrenia. Penderita ini tidak mempunyai kemampuan dalam membedakan realita dan halusinasinya. Biasanya disertai dengan gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma kehidupan.

Setiap orang tentunya punya stressor, tergantung individu itu bagaimana cara menghadapi stressor tersebut. Saat stressor itu muncul tindakan yang paling bisa dilakukan ialah mencari teman, maksudnya menceritakan tentang masalah yang sedang dihadapi. Jiwa akan merasa lebih tenang jika seseorang bisa mengungkapkan masalahnya kepada orang lain, tapi tentunya teman yang bisa dipercaya.

Kegiatan lain yang bisa dilakukan ialah memperbanyak kegiatan sosial yang bermanfaat. Terlibat dalam kegiatan sosial dapat memberi semangat jiwa, terutama saat berbagi dangan orang-orang yang membutuhkan. Biasanya disebut dengan relawan, mereka berbuat kebaikan bukan karena berharap pamrih, tapi murni dari ketulusan hati. Rasa kepedulian yang tinggi akan tumbuh, dan tanpa disadari itu akan berefek kembali terhadap jiwa sang relawan. Karena jiwa yang tentram terdapat di hati yang tenang. Selamat Hari Kesehatan Jiwa Sedunia.