Mengangkat Kearifan Lokal Motif Kasab ke Motif Rajut

Kamis, Juni 25, 2015 0 Comments A+ a-

Oleh Yell Saints
Isu tentang kearifan lokal belakangan ini sering dibahas. Apalagi pasca tsunami 2004 silam yang telah menyelamatkan masyarakat Simeulue, lewat kata “smong” untuk menginagtkan bencana. Dampak bencana pun dapat dihindari, dari total populasi kurang lebih 78.000 orang di pulau Simeulue hanya mengakibatkan 7 orang korban meninggal dunia. Padahal sekitar 95% penduduknya menempati daerah pesisir yang dekat dengan pusat gempa.
Penerapan konsep kearifan lokal tidak hanya terbatas pada bancana, tapi juga bisa digunkan pada kondis lain. Misalnya pada nilai-nilai dalam seni, budaya dan barang-barang peninggalan bersejarah. Jadi, apa sebenarnya kearifan lokal tersebut? Menurut Hermana, (2006), Kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan yang berujud aktivitas, untuk menjawab permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat.
Kearifan lokal didapat dari kehidupan sekitar masyarakat yang diambil dari kondisi alam, maupun nilai-nilai budaya yang mempengaruhinya. Orang-orang yang hidup pada zaman dahulu memaknai suatu hal dari tumbuhan, hewan, bentuk geografis suatu daerah dan benda-benda yang terdapat pada masa itu. Kemudian mereka tuangkan melalui syair-syair, cerita, lukisan dan kerajinan tangan berupa motif dan bentuk.
Oleh masyarakat Aceh Selatan kearifan lokal itu dituangkan ke dalam bentuk kerajinan tangan berupa kasab. Motif yang terdapat dalam kasab menggambarkan daerah tersebut, namun sayangnya tidak banyak yang mengetahui hal itu. Sehingga generasi sekarang hanya melihat kasab sebagai karya seni atau pelengkap adat dalam pesta penikahan dan sunatan.
Bahkan kita hanya bisa melihat motif-motif tersebut lewat kasab pelaminan benang emas, di acara pesta atau saat Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali. Ini tentunya dapat mengakibatkan hilangnya nilai-nilai suatu kebudayaan, ditengah derasnya arus budaya luar yang datang ke Aceh. Oleh sebab itu perlu ide kreatif untuk mengatisipasi hal ini, dengan memunculkan produk rajut tapi motif kasab.
Sebagai keluarga yang sudah turun temurun menjadi pengrajin kasab, saya pun berinisiatif untuk membuat motif-motif yang biasa digunakan dalam kasab, dibuat untuk motif rajut. Hal ini dikarenakan produk rajut sedang digemari oleh masyarkat saat ini. Oleh karena kasab tidak bisa dipakai sembarangan, jadi rajut merupakan pilihan yang tepat untuk menggantikannya. Selain itu kasab dan rajut sama-sama dibuat dari kerajinan tangan.
Yell Saints Rajut merupakan produk buatan lokal dari suku  aneuk jame yang ada di Gampong Air Sialang, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Produk yang dihasilkan asli buatan tangan para pengrajin. Motif yang digunakan dalam produk Yell saints Rajut, diambil dari motif kasab sulam benang emas. Para pengrajin rajut Yell Saints Rajut, juga sebagai pengrajin kasab sulam emas. Oleh karena kasab benang emas hanya digunakan saat upacara adat, maka para pengrajin menambah kegiatan lain dengan cara merajut.
Motif rajut yang dihasilkan, sama halnya dengan motif jahitan pada kasab emas. Hal ini untuk menjaga kearifan lokal yang ada pada suku aneuk jame.
1.    Motif tampuak lawang/tampuak ampek
 t
Motif  ini  menggambarkan empat sudut dengan jarak yang sama, menyerupai tangkai cengkeh/lawang. Terdiri dari empat kelopak yang merekah. Berdasarkan kearifan lokal aneuk jame  yang tinggal di Aceh Selatan, cengkeh menggambarkan hasil komuditas utama dari pertanian yang ada di Aceh Selatan.
Makna filosofinya yaitu kehidupan yang sempurna di topang oleh empat bagian yaitu; iman, islam, tauhid dan ma’rifat.
2.    Motif Sisiak Rumbio (Sisik Rumbia)
  
Daerah Aceh Selatan terdapat lahan rawa dan gambut yang cukup banyak. Sehingga rumbia menjadi tumbuhan endemik. Rumbia menjadi komuditas yang kaya meanfaat mulai dari buah, batang, pelepah dan daun.

3.    Motif  naiak  turun
 
Motif  ini menggambarkan kondisi geografis Aceh Selatan yang memiliki banyak gunung dan lembah. Makna filosofisnya bahwa kehidupan pasti ada kondisi kita saat di atas dan di bawah yaitu ada naik dan turun.

4.    Motif takat sabalah


Takat berarti perkiraan yang tepat, sabalah berarti sebelah.  Motif ini digunakan untuk motif-motif yang kecil dan sulit untuk motif yang besar. Selain itu juga ada variasi dengan  takat duo, supaya motif yang ditampilkan tidak menoton.


5.    Motif pucuk rebung
 

 Pucuk rebung merupakan tumbuhan bambu yang masih kecil.  Masyarakat aneuk jame menjadikannya sebagai sayur. Berdasarkan filosofi bentuk dasarnya yang lebar berarti orang banyak.  Pucuk berarti pimpinan.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebuah masyarakat dipimpin oleh orang banyak.
Penggunaan motif-motif ini diharapkan bisa menjadi sebagai media promosi kepada masayarakat agar tidak meninggalkan nilai-nilai budayanya. Kalau biasanya motif tersebut hanya bisa dilihat dalam bentuk kasab benang emas, tapi sekarang motif-motif tersebut ada dibuat dalam bentuk tas rajut dan tentunya bisa digunakan dalam keseharian. 
Begitulah hal-hal kecil yang bisa dilakukan untuk mengangkat kembali kearifan lokal yang ada di suatu daerah. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya? Jadi tugas kita sebagi generasi sekarang untuk menjaga dan meneruskannya ke generasi mendatang. Seperti yang dikatakan pepatah Aceh “ Mate aneuk meupat jirat, mate adat pat tamita. Semoga bermanfaat