Kesempatan Belajar Untuk Anak Gampong

Senin, September 01, 2014 0 Comments A+ a-

Jalan Berlumpur Anak sekolah Gampong Mesjid, Kecamatan Nurussalam, Kabupaten Aceh Timur
berangkat ke sekolah melewati jalan rusak dan berlumpur. (medanbisnis/ist)

Pada hakikatnya pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4, salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Pendidikan merupakan aspek penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, namun pendidikan saat ini masih jauh dari apa yang tergambar dalam tujuan tersebut. Pemerataan dalam memperoleh pendidkan belumlah merata, karena masih banyak anak-anak bangsa ini yang belum mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya, sehingga tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 hanya mencerdaskan kehidupan sebagian bangsa atau rakyat. Dengan kata lain pendidikan hanya diperoleh bagi orang-orang yang mampu mendapatkanya.
Usaha pemerintah dalam memajukan pendidikan di Indonesia terus dilakukan, tidak terkecuali di daerah bekas konflik ini yaitu Aceh. Hal ini terlihat dari pengalokasian dana untuk pendidikan Aceh yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai daerah yang mempunyai otonomi khusus (Otsus) dari pemerintah pusat, Aceh mendapatkan sumber dana yang cukup besar untuk kemajuan dan pembangunan di Aceh. Salah satunya digunakan untuk memajukan pendidikan. Anggaran untuk meningkatkan pendidikan mencapai Rp 2,4 triliun, bahkan untuk 2014 saja, Pemerintah Aceh menganggarkan dana mencapai 300 miliar untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik di Aceh.
Banyaknya anggaran dana yang digunakan untuk pendidikan tidaklah menjamin setiap anak yang ada di Aceh memperoleh pendidikan yang layak dan memadai. Jika dilihat di daerah perkotaan, mungkin semua fasilitas belajar sudah terpenuhi. Akses untuk memperoleh informasi pendidikan juga sangat mudah karena beberapa sekolah telah difasilitasi dengan jaringan wifi untuk mengakses internet. Akan tetapi bagaimana mereka yang tinggal di daerah-daerah? bukankah mereka seharusnya juga mendapatkan kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan serta fasilitas yang menunjang pendidikan? keadaan ini tidak bisa kita salahkan sepenuhnya kepada pemerintah terkait dengan penyediaan fasilitas pendidikan, karena pendidikan bukan hanya menjadi tanggung pemerintah semata, tapi pendidkan adalah tanggung jawab kita bersama. Baik itu individu atau pun sekolompok orang dan masyarakat harus turut andil dalam memajukan pendidikan di Aceh. Salah satunya dengan memberikan kesempatan belajar setiap anak dalam berbagai bidang pendidikan.
Berikan Kesempatan Belajar
“Tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanya anak yang tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar”. Begitulah ungkapan yang disampaikan oleh Prof. Yohanes Surya PhD seorang fisikawan Indonesia ini. Beliau berhasil membawa anak-anak papua yang hidup di pelosok dan dikatakan sangat bodoh menjadi juara olimpiade fisika, matematika dan juara membuat robot. Hal ini membuktikan bahwa setiap anak di dunia ini mempunyai potensi yang besar jika meperoleh pendidikan yang benar dari guru dan metode yang benar.
Lantas bagaimana dengan Aceh? mampukah pemerintah Aceh melakukan seperti apa yang dilakukan oleh seorang Yohanes Surya? Sangat disayangkan jika anggaran dana  pendidikan yang begitu banyak hanya dinikmati oleh mereka yang hidup di kota, bagaimana anak-anak gampong yang seharusnya juga mendaptkan hak yang sama? Ketertinggalan dalam  bidang pendidikan di Aceh bukan disebabkan oleh masyarakat Aceh yang bodoh dan banyaknya daerah yang terisolir jauh dari pusat kota, namun sitem pendidikan Aceh yang masih ambur adur.
Tenaga guru dan pendidik sudah cukup banyak, bahkan hampir di setiap kabupaten kota memiliki universitas atau fakultas keguruan yang melahirkan para guru, namun mereka menumpuk di perkotaan. Akibatnya di daerah pedalaman kekurangan guru bahkan ada sekolah yang tidak mempunyai guru sama sekali. Bagaimana mungkin anak-anak bisa pintar dan pendidikan Aceh bisa maju tanpa seorang guru yang mengajarinya. Inilah fenomena yang terlihat saat ini, jika ditelusuri lebih dalam masalah pendidikan Aceh seperti gunung es yang hanya terlihat sedikit di permungkaan tapi mepunyai dasar yang cukup besar dan dalam.
Keadaan ini yang harusnya menjadi fokus utama pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan. Jika guru tidak mau mengajar di daerah pedalaman, kenapa pemerintah tidak mengundang anak-anak gampong yang tinggal di pedalaman itu untuk belajar dan mendapatkan pendidikan yang layak di kota dengan berbagai ketersediaan fasilitas pendidikan? Anggaran yang begitu besar untuk pendidikan bukanlah masalah lagi dalam membiayai pendidikan mereka.
Mungkin pemerintah sudah melakukan upaya ini dengan memberikan beasiswa bagi murid kurang mampu dan berprestasi untuk melanjutkan pendidikannya. Akan tetapi tidak semua murid berprestasi bukan? bagaimana dengan mereka yang masih bodoh dan belum mempunyai prestasi? apakah mereka tidak layak memperoleh pendidikan? kalau begitu tujuan bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa hanya berlaku untuk mereka yang sudah cerdas atau pintar, sedangkan mereka yang masih bodoh hanya bisa menjadi penoton dan terbenam dengan kebodohannya.
Inilah saatnya pemerintah harus berbenah diri dalam membuat sistem pendidikan, bukan hanya terfokus untuk mereka yang sudah pintar dan berprestasi saja, tapi bagaimana mereka yang bodoh bisa pintar dan cerdas serta bisa mengubah kehidupannya. Mereka bodoh bukan karena terlahir dan ditakdirkan menjadi bodoh, tapi mereka bodoh karena tidak mendapatkan kesempatan belajar. Saat mereka diberikan kesempatan belajar dalam hal ini pendidikan yang tepat, bukan tidak mungkin mereka menjadi orang-orang yang hebat dan bisa menjadi change agent atau agen perubahan bagi daerah mereka.
Saatnya Kembali
Apa yang dilakukan oleh Yohanes Surya dalam meningkatkan mutu pendidikan, patut dijadikan contoh. Keterlibatan dalam berbagai pihak penting untuk dalakukan, salah satunya dengan melibatkan anak gampong. Misalkan pemerintah merekrut anak-anak pelosok untuk diberikan kesempatan belajar ke kota.  Saat mereka pulang dan mendapatkan ilmu yang cukup, waktunya mereka mengabdikan ilmu yang mereka peroleh selama pendidikan untuk kemajuan daerah mereka. Inilah saatnya mereka berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan mengejar ketertinggalan mereka selama ini. Pendidikan bisa megubah segalanya, dari yang tidak tau menjadi tau, dari yang tidak mampu menjadi mampu dan dari yang tidak mau menjadi mau. Inilah yang disebut proses pembelajaran ke arah yang lebih baik.
Mereka yang diberikan kesempatan dalam memperoleh pendidikan, akan mempunyai rasa tanggung jawab untuk membalas kebaikan yang pernah diberikan kepadanya. Salah satunya dengan mengabdikan diri kembali ke gampong mereka. Kesadarannya akan timbul untuk berbuat baik kepada anak-anak lain yang ada di daerah tempat tinggal mereka. Perannya sebagai change agent dapat menggerakkan roda pendidikan di daerah-daerah. Pendidikan bukan dianggap suatu hal yang tabu lagi, karena masyarakat sekitar telah melihat hasil dari mereka yang berpendidikan. Berkat adanya pendidikan ini dapat melahirkan sumber daya yang kompetent dalam bidangnya masing-masing sehingga dapat memberi dampak positif bagi kemajuan Aceh.
Untuk memajukan kualitas pendidikan Aceh memang tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, oleh karena itu butuh kerjasama pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya lainnya. Tulisan ini memberikan solusi tentang pemberdayaan anak gampong dengan memberikan kesempatan belajar kepada mereka. Diharapkan peran aktif dari masyarakat sendiri terutama anak-anak gampong mau menerima kesempatan tersebut jika pemerintah membuka peluang bagi siapa saja yang ingin mendapatkan pendidikan yang layak.
Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat tentunya akan mempermudah tujuan bangsa Indonesia dalam mencerdaskan bangsa. Sehingga hak warga negara Indonesia dapat terpenuhi. Tanggung jawab sebagai warga negara pun juga dapat terlaksanakan berkat adanya ilmu dan pendidikan yang diperoleh. Bangsa ini suatu saat tidak menjadi bangsa yang bodoh lagi karena pendidikan telah merata sampai kepelosok gampong. Dengan memberikan kesempatan belajar untuk anak gampong, kualitas pendidikan Aceh akan meningkat seiring dengan besarnya peran dan kontribusi anak gampong dalam membangun dan mengembangkan daerah mereka. Akhirnya Aceh akan menjadi daerah dengan kualitas pendidikan terbaik seperti masa gemilangnya dahulu, yaitu pada masa Sultan Iskandar Muda. Semoga tulisan ini menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan mutu pendidikan Aceh.