Kenali Bencana dari Kearifan Lokal

Minggu, Agustus 10, 2014 0 Comments A+ a-

Ilustrasi Bencana Tsunami

Berbicara tentang bencana, pasti tidak ada ujungnya dan selalu menjadi topik utama dari pemberitaan di media massa. Negri ini seolah tak pernah absen dari bencana, tsunami, gempa, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, angin topan dan letusan gunung berapi, sudah menjadi sesuatu hal yang biasa terjadi. 

Bencana tersebut tidak bisa dihindari, karena secara geografis Indonesia berada di daerah Ring of Fire in the World (cincin api dunia). Kondisi ini mengakibatkan Indonesia sangat rawan terhadap berbagai macam bencana alam.


Hampir seluruh daerah yang ada di Indonesia mempunyai titik-titik rawan bencana, sehingga terkadang belum tuntas satu bencana di suatu daerah, bancana lainpun datang di daerah lain. 

Hal ini disebabkan Indonesia berada di antara tiga lempeng yang selalu aktif bergerak yaitu; lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Tabrakan antara lempeng inilah yang mengakibatkan terjadinya gempa tektonik. 

Parahnya lagi, Indonesia terletak pada jalur gunung api, sehingga terdapat 129 gunung berapi aktif yang tersebar di seluruh daerah Indonesia (BAPPENAS, 2012).

Bencana alam terbesar yang terjadi di Indonesia sepanjang sejarah yaitu; letusan Gunung Kelud di Kediri Jawa Timur pada tanggal 19 Mei 1919 yang mengakibatkam korban sebanyak 5.115 orang. 

Kemudian Tsunami Ende, Flores Nusa Tenggara Timur pada tanggalo 12 Desember 1992 yang mengakibatkan hampir 2.000 orang meninggal dunia dan 18.000 rumah rusak berat. Dan yang paling parah ialah dampak bencana tsunami 26 Desember 2004 yang memakan korban jiwa sekitar 200.000 orang.

Banyaknya korban Tsunami yang terjadi di Aceh pada 2004 silam menjadi peringatan penting bagi kita semua, karena yang namanya bencana tidak bisa ditoleransi atau ditangguhkan kedatangannya. 

Kejadian tersebut hendaknya menjadi pelanjaran penting yang harus diingat dan disampaikan kepada anak cucu kita nantinya, supaya mereka mengetahui bencana yang pernah terjadi dan bisa mengantisipasinya. Oleh karena itu perlu adanya pengetahuan tentang bencana bagi setiap masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana.


Pengetahuan Bencana

Tidak ada yang mengetahui pasti kapan dan dimana bencana bisa terjadi, namun tentunya ada tanda dan gejala dari setiap bencana tersebut. Tanda dan gejala itu dapat berupa keadaan alam disekitarnya maupun dilihat dari tingkah laku binatang. 

Sebagai masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana tentunya kita harus mengenal tanda-tanda tersebut, supaya dampak bencana dapat dikurangi. Pengetahuan tentang bencana hendaknya harus menjadi sebuah dasar dalam meghadapi bencana. 

Bahaya atau yang biasa disebut dengan Hazard dapat menjadi bencana jika mengakibatkan dampak buruk seperti mengancam nyawa manusia, harta benda dan lingkungan hidup. 

Akan tetapi bahaya tidak akan menjadi bencana jika terjadi di tempat yang tidak berpenghunyi. Untuk mengurangi bahaya yang mempunyai risiko bencana, kita harus mengenali bahaya yang mungkin terjadi dilingkungan tempat tinggal kita.

Misalnya masyarakat yang tinggal di daerah pantai hendaknya mengetahui tanda-tanda yang muncul sebelum terjadinya tsunami. Surutnya permukaan air laut dan banyaknya ikan yang mati setelah terjadinya gempa besar, pertanda bahwa kemungkinan terjadinya tsunami. 

Masyarakat diharuskan untuk segera menjauh dari pantai, karena biasanya tsunami akan datang setelah 15-20 menit. Begitu juga dengan kejadian banjir bandang, jika terlihat keganjilan seperti terjadinya hujan lebat namun air sungai tidak meluap tapi malah surut, ini pertanda akan terjadi banjir besar. 

Karena hujan lebat yang terjadi di hulu sungai mengakibatkaan longsor pada pegunungan yang miring, sehingga membendung aliran sungai. Saat bendungan tersebut tidak mampu menahan debit air, maka tanggulpun jebol yang mengakibatkan terjadinya banjir besar secara tiba-tiba.

Banjir Bandang di Wasior Papua 

Pengetahuan bencana seperti yang dijelaskan diatas sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu. Mereka mengenal tanda dan gejala bencana dari melihat keadaan alam sekitar, namun sayangnya sekarang sering tidak dipercayai dan bahkan dianggap mitos belaka.

Padahal apa yang telah dilakukan dahulu dapat mengurangi dampak bencana. Hal ini terbukti dari penggunaan kata smong pada masyarakat Simeulu yang telah menyelamatkan mereka dari bencana besar tsunami 2004. Kata smong tersebut telah menjadi kearifan lokal yang dijaga secara turun temurun oleh masayarakat Simeulu.


Kearifan Lokal

Bencana tidak dapat dihindari, tapi dampak resiko bencana dapat dikurangi dengan mengenal tanda dan gejala bencana. Saat tanda dan gejala itu muncul maka kita mempunyai waktu dan kesempatan untuk menyelamatkan diri dari bencana tersebut. 

Selain itu, bencana dapat diantisipasi dengan mempertahankan kearifan lokal dari suatu daerah. Kearifan lokal diartikan sebagai pandangan hidup dan pengetahuan yang berujud aktivitas, untuk menjawab permasalahan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat (Hermana, 2006).

Kearifan lokal ini jugalah yang meyelamatkan masyarakat Pulau Simeulu dari bencana gempa dan tsunami yang terjadi tahun 2004 silam. Dengan menyebut kata “smong”, mereka sudah mengerti bahwa akan terjadi banjir besar yang datang dari laut dan merekapun segera menuju pegunungan dengan membawa bekal yang cukup. Sehingga dampak bencana dari kejadian itu tidak terlalu berimbas kepada masyarakat. 

Tsunami 2004 hanya mengakibatkan 7 orang korban meninggal, dari total populasi kurang lebih 78.000 orang di pulau Simeulue. Padahal 95% penduduknya menempati daerah pesisir yang dekat dengan pusat gempa. 

Kemampuan mereka untuk menyelamatkan diri dari keganasan tsunami, terkait dengan pengalaman tsunami sebelumnya pada tahun 1907. Mereka menceritakan pengelaman tersebut lewat cerita dan lagu secara berulang-ulang kali yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga mereka sudah paham apa yang harus dilakukan pada saat terjadinya bencana tsunami (McAdoo, Dengler, Prasetya, & Titov, 2006).



 
Ilustrasi Peta Simeulue Saat Gempa dan Tsunami Tahun 2004 

Konsep kearifan lokal masyarakat Pulau Simeulue, berasal dari pengamatan mereka terhadap gejala yang terjadi di alam. Ini merupakan salah satu jenis dari keraifan lokal yang terdapat di Pualau Simeulue. 

Selain itu, terdapat banyak bentuk kearifan lokal lainnya yang dapat dijadikan tanda dari suatu bencana. Contoh lain yaitu seperti masyarakat yang tinggal disekitar gunung berapi, mereka mengenali bencana dengan melihat perilaku binatang yang turun ke kampung dan juga terjadi gemuruh sebagai pertanda bahwa gunung tersebut akan meletus. 

Kearifan lokal ini, hendaknya harus tetap dijaga dan terus dikenalkan kepada generasi berikutnya, sehingga saat terjadi bencana di masa depan, merekapun siap menghadapinya. 

Beberapa barang bukti dari kejadian tsunami Aceh pada tahun 2004 lalu, seperti Museum Tsunami, Kapal PLTD Apung, Tugu Tsunami dan Kuburan Masal, menjadi sebuah kearifan lokal bagi anak cucu kita di masa depan. 

Jangan sampai peninggalan tersebut hanya sekedar menjadi barang tontonan saja, tapi juga bisa menjelaskan kejadian yang pernah terjadi dibalik peninggalan tersebut. Usaha menjaga kearifan lokal dan mengenalkan barang peninggalan tsunami ini dapat diupayakan untuk menambah pengetahuan tentang bencana sehingga generasi ke depan bisa hidup berdamai dengan bencana.


Museum Tsunami Aceh 




Referensi

BAPPENAS. (2012). National Action Plan For Disaster Risk Reduction 2010 – 2012. Jakarta: BNPB.

McAdoo, B. G., L. Dengler, V. Titov, and G. Prasetya. (2006) Smong: How an oral history saved thousands on Indonesia’s Simeulue Island, Earthquake Spectra. 22, S3, 661-669.

Hermana. (2006). Memberdayakan Kearifan Lokal Bagi Komunitas Adat Terpencil. diakses dari http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=328 pada tanggal 8 Agustus 2014.





Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Kebencanaan 2014